Jumat, 30 Oktober 2009



BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Iman Kepada Kitab-kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya; yang benar-benar merupakan Kalam, (firman, ucapan),-Nya. la adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib untuk mengimaninya secara tafshil, yaitu: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'an saja yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.[3]
Tambahan :
IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Al-Kutub bentuk jamak dari kata "Kitab" yang berarti "sesuatu yang ditulis." Namun yang dimaksud di situ adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada para rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.Iman kepada kitab-kitab mengandung empat unsur.
[1]. Mengimani bahwa benar-benar diturunkan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
[2]. Mengimani kitab-kitab yang sudah kita kenali namanya, seperti Al-Qur'an yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa Alaihimus Sallam, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa Alaihimus Sallam, dan Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud Alaihimus Sallam. Adapun kitab-kitab yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.
[3]. Membenarkan seluruh beritanya yang benar, seperti berita-berita yang ada di dalam Al Qur'an, dan berita-berita kitab-kitab terdahulu yang belum diganti atau belum diselewengkan.
[4]. Mengerjakan seluruh berita yang belum dinasakh (dihapus) serta rela dan menyerah pada hukum itu, baik kita memahami hikmahnya atau tidak. Seluruh kitab terdahulu telah dinasakh oleh Al Qur'anul Adhim, seperti firman-Nya.
"Artinya : Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu …." [Al Maidah: 48]
Oleh karena itu tidak dibenarkan mengerjakan hukum apapun dari kitab-kitab terdahulu, kecuali yang benar dan ditetapkan Al Qur'an.
Buah Iman Kepada Kitabullah
[1]. Mengetahui perhatian Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya sehingga menurunkan kitab yang menjadi hidayah (petunjuk) bagi setiap kaum.
[2]. Mengetahui hikmah Allah dalam syara' atau hukum-Nya sehingga menetapkan hukum yang sesuai dengan tingkah laku setiap umat, seperti firman-Nya.
"Artinya : Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang …." [Al Maidah: 48]
[3]. Jadi mensyukuri nikmat Allah.
[Ditulis ulang dari: Syarhu Ushulil Iman, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Edisi Indonesia: Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Penerjemah: Ali Makhtum Assalamy. Penerbit: KSA Foreigners Guidance Center In Gassim Zone,halaman: 38-39]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1212&bagian=0




KEDUA BERIMAN KEPADA PARA MALAIKAT
Beriman kepada para malaikat merupakan rukun (pilar) iman kedua. Para malaikat (termasuk) alam ghaib, mereka adalah makhluk yang selalu beribadah kepada Allah subhanahu wata'aala dan mereka tidak mempunyai sedikitpun sifat-sifat ketuhanan (baik rububiyah maupun uluhiyah), maka dari itu mereka tidak boleh dijadikan sebagai sembahan selain Allah.
Mereka telah dianugerahi sifat kepatuhan yang sempurna kepada perintah-perintah-Nya dan kemampuan untuk melaksanakannya. Jumlah mereka sangat banyak dan tidak mengetahuinya selain Allah. Beriman kepada para malaikat mencakup hal-hal berikut:
Beriman dan mempercayai wujud (keberadaan) mereka.
Beriman dan mempercayai para malaikat yang telah diajarkan namanya kepada kita, seperti Jibril. Sedangkan para malaikat yang tidak kita ketahui namanya kita hanya berkewajiban beriman kepada mereka secara global. Maksudnya adalah kita beriman bahwasanya Allah subhanahu wata'aala, mempunyai malaikat yang jumlahnya sangat banyak tanpa harus mengetahui nama-nama mereka.
Beriman kepada sifat-sifat mereka, seperti sifat malaikat Jibril. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah memberitakan bahwasanya beliau pernah melihat Jibril seutuhnya sebagaimana ciptaan aslinya mempunyai sayap dan menutupi langit. Malaikat juga bisa berubah bentuk –sesuai dengan perintah Allah- menjadi seperti seorang lelaki, sebagaimana terjadi pada Malaikat Jibril di saat Allah mengutusnya kepada Siti Maryam, ibu dari Nabi Isa Al-Masih ’alaihis salam : “Maka ia menampakkan diri kepadanya sebagai seorang lelaki sempurna”. Dan ketika datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam di saat beliau duduk bersama para sahabatnya, Jibril datang dengan menyerupai seorang lelaki yang berpakaian putih cemerlang dan berambut hitam pekat, namun tidak tampak bekas jalannya dan tidak dikenal oleh seorangpun dari para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, Jibril duduk di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam dengan menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dan meletakkan kedua tangannya di atas paha Nabi, lalu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tentang Islam, Iman dan Ihsan serta kiamat dan tanda-tandanya. Lalu Nabi shallallahu ‘alahi wasallam menjawab pertanyaannya. Setelah Jibril pergi, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Itu adalah Jibril, ia datang kepada kalian mengajarkan agama kepada kalian”.
Dan begitu pula para malaikat yang diutus Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Luth dalam bentuk seperti seorang laki-laki.
Beriman dan mempercayai tugas-tugas yang mereka lakukan, seperti bertasbih kepada Allah dan beribadah kepadanya siang-malam tanpa jemu atau bosan. Dan di antara mereka ada yang mempunyai tugas khusus seperti Jibril al-Amin yang bertugas menyampaikan wahyu-Nya kepada para nabi dan utusan-Nya. Dan Mikail yang bertugas menurunkan hujan dan tanaman, Malaikat Malik yang bertugas menjaga neraka dan para malaikat-malaikat yang bertugas menjaga manusia.
Beriman kepada malaikat membuahkan nilai-nilai penting, di antaranya:
Mengetahui keagungan Allah subhanahu wata'aala, kekuatan dan kerajaan-Nya, karena keagungan makhluk menunjukkan kepada keagungan Sang Khaliq (pencipta).
Bersyukur dan berterima kasih kepada Alah atas inayah (perhatian)-Nya kepada manusia, dimana Allah menugaskan sebagian para malaikat untuk menjaga mereka dan mencatat amal perbuatan serta mengurusi kemaslahatan-kemaslahatan lainnya
Bertaqarrub kepada Allah dengan cara mencintai para malaikat atas tugas yang mereka lakukan demi keridhaan Allah.

Kamis, 29 Oktober 2009



PENJELASAN DASAR-DASAR AQIDAH ISLAM PERTAMA : BERIMAN KEPADA ALLAH
Beriman kepada Allah merupakan dasar dari dasar-dasar aqidah Islam lainnya, pokok yang paling urgen dan ilmu yang paling mulia. Beriman kepada Allah adalah keyakinan teguh akan wujud Allah, dan bahwasanya Dia adalah Rabb dan Pemilik segala sesuatu, hanya Dialah Sang Pencipta dan hanya Dia semata yang berhak disembah (diibadahi) tiada sekutu bagi-Nya, Dia mempunyai sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan, Dia Maha Suci dari segala aib, kekurangan dan penyerupaan dengan makhluk.
Iman seperti ini telah ada di fitrah setiap manusia, semua manusia difitrahkan iman kepada Penciptanya tanpa didahului oleh pemikiran dan pendidikan sekalipun, dan ia tidak akan berubah dari kondisi fitrah tersebut kecuali ada hal lain yang mempengaruhi hatinya yang dapat memalingkannya dari fitrah iman tersebut. Allah berfirman: “(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. 30: 30)
Makna fitrah Allah adalah Islam; oleh kerena itu, manusia telah menjadi fitrahnya kembali kepada Rabb (Tuhan)nya di saat menghadapi berbagai kesengsaraan. Jadi, apabila manusia –siapapun manusia itu, hingga kafir sekalipun- ketika dalam keadaan sengsara atau jiwanya terancam oleh marabahaya, maka berbagai khayalan dan dugaan-dugaan terbayang di dalam benaknya, lalu khayalan dan dugaan itu lenyap dan yang tersisa adalah fitrah yang telah ditetapkan Allah pada dirinya. Maka dari itu, ia segera kembali kepada Rabb (Tuhan)nya agar dibebaskan dari kesengsaraan dan kesempitan yang dihadapinya.
Yang dimaksud dengan “setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah” ialah bahwasanya ia dilahirkan dalam keadaan cinta kepada Rabb (Tuhan), mengakui wujud dan peribadahan kepada-Nya, hingga sekiranya fithrahnya dibiarkan (tidak ada pengaruh lain) maka ia fithrahnya tetap tidak akan berubah kepada yang lain. Sebagaimana jasad manusia difitrahi mempunyai keinginan makan dan minum, maka demikian pula halnya dengan jiwa (hati)nya telah difitrahi kembali kepada Allah dan beriman kepada-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka kedua ibu-bapaknyalah yang akan menjadi-kannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani atau seorang Majusi”.
Maksudnya: Setiap bayi lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu Islam. Maka dari itu Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tidak mengatakanيسلمانه (menjadikannya sebagai muslim). Maka, memeluk agama selain Islam dianggap sebagai tindakan keluar dari dasar dan pondasi aslinya karena disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Kedua orang tua kadang dapat menjadikan penyebab keluar-nya sang anak dari fitrah aslinya menjadi seorang penganut agama Yahudi atau Nasrani atau Majusi atau agama lainnya yang bertentangan dengan fitrah aslinya.
Kemudian, sesungguhnya akal sehat selalu mendukung fitrah yang masih suci. Akal sehat menunjukkan dengan sebesar-besarnya dalil kepada keimanan kepada Allah. Maka siapa saja yang memperhatikan jagad raya ini dan merenungkan berbagai keajaiban berbagai makhluk yang ada di dalamnya, berupa bumi (tanah), langit, gunung-gunung, lautan, manusia, tanaman, benda-benda mati dan lain-lain sebagainya, niscaya ia mengetahui bahwa alam-raya ini mempunyai Pencipta, yaitu Allah subhanahu wata'aala. Karena pandangan akal terhadap hal tersebut tidak keluar dari tiga kemungkinan, yaitu:
Pandangan yang beranggapan bahwa semua makhluk ini ada secara tiba-tiba tanpa pencipta. Tentu mustahil dan rasio (akal) dapat memastikan kerapuhan (batal)nya, sebab setiap orang yang berakal pasti mengetahui bahwasanya tidak akan mungkin ada sesuatu tanpa ada yang menciptakannya, dan karena keberadaan berbagai makhluk di dalam suatu tatanan yang betul teratur lagi indah dan saling berkaitan yang sangat kental antara sebab dan penyebab, antara sesama makhluk sebagaimana kita saksikan sangat menolak kemungkinan kejadiannya secara spontan.
Pandangan yang mengasumsikan bahwa makhluk itu sendiri yang menciptakan dirinya. Pandangan inipun mustahil dan sangat tidak mungkin. Karena setiap orang yang berakal dapat memastikan bahwa sesuatu itu tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, karena sesuatu tersebut tidak ada (ma’dum) sebelum keberadaannya, maka bagaimana mungkin ia dapat menciptakan dirinya sendiri. Dan apabila kedua kemungkinan di atas batal, maka kemungkinan ketiga adalah pasti kebenarannya, yaitu:
Pandangan akal yang menyatakan bahwa makhluk ini memiliki pencipta yang telah menciptakannya, yaitu Allah Yang Maha Pencipta segala sesuatu, yaitu Tuhan yang tidak pernah dimulai dengan ketiadaan dan tidak ada batas keberakhirannya.
Allah subhanahu wata'aala telah menjelaskan argumen aqliy (rasional) yang akurat tersebut di dalam Al-Qur’an suci, seraya berfirman: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri?)” (Q.S. 52: 35). Maksudnya adalah mereka tidak diciptakan tanpa pencipta yang menciptakannya dan mereka juga tidak menciptakan diri mereka sendiri. Maka dari itu dapat dipastikan bahwa pencipta mereka adalah Allah, dan adanya makhluk pasti harus mempunyai pencipta, sebagaimana adanya pengaruh menunjukkan kepastian adanya pemberi pengaruh, dan adanya objek menunjukkan adanya subjek.
Ini merupakan masalah-masalah yang jelas, mudah diketahui dengan pemikiran sederhana, semua orang yang berakal dapat mengetahuinya. Ia merupakan masalah-masalah rasional yang sangat gamblang. Maka barangsiapa meragukannya maka ini mengindikasikan adanya ketidakberesan pada akalnya, menunjukkan kebodohan dan adanya kerusakan pada pandangannya.
Hal-hal seperti di atas sudah dikenal oleh ahli fikir non muslim; dan barangsiapa yang membaca dengan cermat karya ilmiyah “Allahu Yatajalla fi ‘Ashril ‘Ilmi” (Allah Tampak di Abad Ilmu Pengetahuan) [Allah adalah nama bagi Zat Yang Maha Pencipta lagi Maha Sempurna. (Pent.)] sebuah buku yang ditulis oleh 30 (tiga puluh) tokoh ilmuwan falak dan fisika, niscaya mengetahui bahwa sesungguhnya seorang ilmuwan sejati itu pasti menjadi mu’min dan seorang awam pun pasti menjadi seorang mu’min, dan bahwa sesungguhnya kekafiran dan pembangkangan itu terjadi dari mereka yang hanya mencapai tingkat separo atau seperempat ke-ulama-an, yaitu orang-orang yang pengetahuannya dangkal yang menyebabkan kerugian fitrah iman dan belum mencapai kepada kebenaran yang diserukan oleh iman.
Ada lagi karya ilmiyah lain mirip dengan karya tulis di atas dengan judul “Al-Insan Laa Yaquumu Wahdahu” (Manusia Tidak Berdiri Sendiri) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul “Al-’Ilmu Yad’u lil Iman” (Ilmu Pengetahuan Mengajak kepada Iman), penulisnya adalah Crisy Mourysoun, seorang mantan direktur Akademika Ilmu Pengetahuan di New York, mantan direktur Lembaga Amerika di kota New york, anggota Dewan Eksekutif pada Dewan Nasional Riset di AS, anggota pada Musium Amerika dalam bidang sejarah ilmu pengetahuan alam dan anggota seumur hidup pada Lembaga Kerajaan Inggris.
Di antara ungkapan yang ia tulis di dalam karya tulisnya tersebut sebagai berikut: “Sesungguhnya kemajuan manusia dalam aspek moral dan kesadaran akan kewajibannya adalah merupakan salah satu pengaruh beriman kepada Allah”.
Dia juga berkata: “Sesungguhnya ketaatan beragama benar-benar akan menyingkap ruh manusia dan mengangkatnya secara bertahap hingga manusia merasa berhubungan dengan Allah; dan sesungguhnya do’a (permohonan) insting manusia kepada Allah agar Dia selalu memberikan pertolongan kepadanya adalah merupakan perkara natural, dan sesungguhnya shalat (penyembahan) yang sangat sederhana dapat mengangkat manusia menjadi dekat dari sang Penciptanya”.
Dan ia mengatakan: “Sesungguhnya sikap tenang, murah hati, kecerdikan, keutamaan dan inspirasi itu semua tidak timbul dari kekafiran”.
Ia juga mengungkapkan: “Tanpa keimanan, maka kebudayaan akan menjadi hampa, sistem akan menjadi kekacauan, setiap kendali dan ikatan akan menjadi sia-sia dan kejahatan pasti menyelimuti dunia. Maka kita wajib memperteguh keyakinan kita tentang wujudnya Allah dan wajib memperkuat cinta kepada-Nya”. “Dan selagi akal kita terbatas kemampuannya, karena sesungguhnya kita tidak dapat mengetahui sesuatu yang tidak terjangkau (tidak ada batasannya), maka berdasarkan hal tersebut kita tidak ada jalan lain kecuali beriman kepada adanya Sang Pencipta Yang Mengatur apa yang telah Dia ciptakan yang termasuk di dalamnya planet-planet, bintang dan matahari”. “Sesungguhnya keberadaan manusia pada setiap tempat, dan semenjak manusia diciptakan hingga sekarang telah merasakan adanya kekuatan di dalam dirinya yang mendorong supaya meminta pertolongan kepada siapa yang lebih mulia, lebih kuat dan lebih agung daripadanya, itu semua menunjukkan bahwa (kecenderungan ber) agama itu adalah fitrah, dan ilmu pengetahuan harus mengakui semua itu”.
Di antara bukti-bukti keesaan Allah dan iman kepada-Nya adalah “Dalil Indrawi”:
Bukti-bukti indrawi yang menunjukkan akan ke-esa-an Tuhan dan iman kepada-Nya sangat banyak sekali, sebagai contoh nyata adalah dikabulkannya do’a. Karena betapa banyak orang-orang yang lemah yang menghadapkan diri kepada Allah dengan berdo’a memohon kepada-Nya, lalu Dia mengabulkan do’a mereka, membebaskan mereka dari kesengsaraannya dan menghilangkan marabahaya dari mereka.
Contoh-contoh pengabulan do’a itu sangat banyak, bahkan setiap muslim telah mengetahui hal tersebut dari pengalaman dirinya. Allah subhanahu wata'aala berfirman: “Dan Tuhanmu berfirman: Berdo’lah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu” (Q.S 40: 60).
Dan firman-Nya: “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan”. (Q.S. 27: 62)
Sebagai contoh pengabulan do’a adalah terkabulnya do’a-do’a para nabi sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman: “Dan (ingatlah kisah) Nuh sebelum itu ketika ia berdo’a dan Kami memperkenankan do’anya”. (Q.S. 21: 76)
Dan firman-Nya: “(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankannya bagi-mu”. (Q.S. 8: 9).
Di dalam hadits-hadits terdapat sejumlah dalil yang menunjukkan terkabulnya do’a orang yang berdo’a; di antaranya adalah hadits Shahih Bukhari yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu “Bahwa sesungguhnya pada suatu hari Jum’at ada seorang Badui (A’rabi) masuk (ke masjid) disaat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam sedang berkhutbah. A’rabi itu berkata: Wahai Rasulullah, harta (kami) binasa dan keluarga kelaparan, maka berdo’alah kepada Allah untuk kami. Maka Nabi shallallahu ‘alahi wasallam mengangkat kedua tangannya lalu berdo’a. Maka awan-awan hitam sebesar gunung berdatangan dan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tetap di atas mimbarnya (berdo’a), hujanpun turun berkucuran hingga membasahi jenggot Nabi shallallahu ‘alahi wasallam”.
Dan pada hari Jum’at berikutnya orang badui tersebut (atau badui lainnya) bangkit dan berkata: “Wahai Rasulallah, bangunan-bangunan porak poranda dan tanaman tenggelam, maka berdo’alah kepada Allah untuk kami”. Maka Nabi shallallahu ‘alahi wasallam mengangkat kedua tangan beliau seraya berdoa: Ya Allah, turunkan hujan ini di sekitar kami ini dan jangan Engkau jadikan bencana bagi kami. Maka beliau tidak menunjuk dengan tangannya ke suatu arah kecuali langitpun terbuka cerah (dari awan yang menyelimuti).
Di antara bukti-bukti nyata, adalah mu’jizat para nabi:
Mu’jizat adalah peristiwa luar biasa di luar kemampuan manusia yang diberikan oleh Allah kepada para nabi sebagai pendukung (da’wah) mereka dan penguat kebenaran yang mereka ajarkan.
Maka mu’jizat merupakan argumen qath’i atas keberadaan Dzat yang mengutus mereka sebagai contoh adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa, yang di antaranya:
Ketika Nabi Musa beserta para pengikut yang beriman kepadanya dikejar oleh Fir’aun dan pasukannya hingga tiba di tepi laut, para pengikutnya berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul” (Q.S. 26: 61) Maksudnya: Sesungguhnya kita pasti disusul oleh Fir’aun dan pasukannya. Maka Nabi Musa ’alaihis salam menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”.(Q.S. 26: 62). Lalu Allah mewahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu”. (Q.S. 26: 63) Dan tatkala Musa memukul lautan itu dengan tongkatnya, lautan itu terbelah menjadi dua belas lorong kering; Nabi Musa dan para pengikutnya segera menyeberangi lautan hingga sampai di seberang dan Fir’aun bersama pasukannya membuntutinya hingga apabila mereka telah berada di tengah lautan, lautan itu kembali menyatu. Nabi Musa bersama para pengikutnya selamat, sementara Fir’aun dan pasukannya tenggelam di lautan.
Contoh lain: Mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Isa ’alaihis salam. Dimana ia dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati dan mengeluarkan mereka dari kuburannya dengan izin dari Allah.
Demikian pula terpancarnya air bersih dari celah-celah jari Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam.
Dan demikian pula ketika orang-orang kafir Mekkah meminta suatu tanda bukti kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam akan kebenaran kerasulannya, maka beliau menunjuk ke arah bulan dan bulan pun terbelah dua dan semua orang pada saat itu menyaksikannya.
Semua tanda-tanda (mu’jizat-mu’jizat) yang tampak dan diberikan Allah kepada para utusan-Nya sebagai pendukung kerasulan mereka, secara pasti menunjukkan adanya orang-orang yang diutus oleh Allah.
Di antara dalil yang menunjukkan keesaan Allah subhanahu wata'aala dan kewajiban beriman kepada-Nya adalah kejujuran para rasul-Nya:
Semua rasul (utusan Tuhan) itu datang dengan mendakwakan kenabian dirinya, dan dakwaan tersebut tidak akan dilakukan kecuali oleh manusia yang paling jujur atau manusia yang paling dusta. Para nabi adalah manusia yang paling jujur, sedangkan para pendakwa lain adalah manusia yang paling dusta, karena para nabi datang dengan membawa wahyu dari Allah subhanahu wata'aala dan mereka mendapat dukungan dari-Nya (berupa mu’jizat, diberi kemenangan dan ditinggikan derajatnya dan do’a mereka dikabulkan serta musuh-musuh mereka dibinasakan. Dan sekiranya mereka adalah orang-orang pendusta niscaya Allah membinasakan dan membiarkan mereka tanpa pertolongan dari-Nya dan malapetaka niscaya menimpa mereka sebagaimana lazimnya menimpa para pengaku menjadi nabi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dukungan Allah kepada para utusan-Nya adalah bukti kebenaran kerasulan mereka, dan kejujuran (kebenaran) mereka menunjukkan bahwasanya mereka diutus dari sisi Tuhan Yang Maha Haq, dan yang mengutus mereka Haq dan menyembah kepadanya adalah haq.
Termasuk dalil akan keesaan Allah adalah bimbingan-Nya kepada semua makhluk.
Allah telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada semua hewan (manusia dan binatang) kepada jalan menuju kebaikan kehidupan dan perihalnya. Cobalah perhatikan, siapakah yang membimbing bayi yang baru lahir untuk mengisap air susu ibunya? Siapakah yang telah membekalinya dengan pengeta-huan praktis tentang cara menetek, suatu praktik unik yang memerlukan gerakan sedotan berulang-ulang pada otot-otot wajah, lisan, leher dan gerakan-gerakan berkesinambungan dari rahang bawah serta bernafas dari hidung. Semua itu terlaksana dengan suatu petunjuk yang sempurna tanpa ilmu ataupun eksperimen? Maka siapa yang telah mengilhamkan hal tersebut? Dialah Allah “Yang telah mengaruniakan segala sesuatu kepada makhluk-Nya, kemudian memberinya petunjuk” (Q.S. 20: 50).
Siapakah yang memberikan kekuatan dan akal (daya fikir) kepada manusia dan mengajarkan kepada-nya apa yang belum pernah ia ketahui? Dialah Allah yang berhak disembah (diibadahi).
Adapun petunjuk (insting) yang diberikan kepada burung, binatang buas dan binatang melata lainnya sangat luar biasa. Perhatikanlah bahwa sesungguhnya Allah telah membekalinya dengan perbuatan-perbuatan unik lagi ajaib yang tidak dapat dilakukan oleh manusia.
Jika anda ingin mengetahui dalil (bukti)nya maka perhatikan kehidupan lebah madu, atau semut, atau burung dara atau lainnya, pasti anda akan menyaksikan hal-hal ajaib yang luar biasa yang dapat mengantarkan anda kepada keimanan kepada Tuhan (Rabb) yang sebenarnya. Tulisan ini tidak cukup untuk memuat uraian tentang hal tersebut.

Rabu, 28 Oktober 2009



DASAR-DASAR AQIDAH ISLAM
Dienul Islam adalah aqidah dan syari’at. Pada pembahasan terdahulu telah disinggung secara singkat tentang sebagian ajaran-ajaran Dinul Islam dan begitu pula pembicaraan mengenai dasar-dasarnya yang merupakan dasar fundamen bagi syari’at (ajaran-ajaran)nya.
Adapun aqidah Islam mencakup keimanan dan keyakinan kepada semua ajaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, baik berupa berita (informasi-informasi), hukum-hukum pasti (qath’iy) masalah-masalah ghaib dan lain sebagainya.
Dasar-dasar aqidah Islam adalah rukun-rukun iman yang berjumlah enam perkara, yaitu: (1) Beriman kepada Allah, (2) Beriman kepada para malaikat, (3) Beriman kepada kitab-kitab Suci, (4) Beriman kepada para utusan Allah, (5) Beriman kepada hari Kemudian, dan (6) Beriman kepada taqdir baik dan buruknya.
Berikut ini pembaca akan menyimak dengan sedikit rincian seputar rukun-rukun tersebut.




RUKUN ISLAM (PILAR-PILAR ISLAM)
Rukun Islam adalah dasar-dasar bangunan Dinul Islam, yaitu ada lima rukun: (1) Kesaksian bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, (2) Menegakkan shalat, (3) Membayar zakat, (4) Puasa di bulan Ramadhan, dan (5) Menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah.
Makna rukun-rukun Islam:
Kesaksian bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Arti kesaksian ini ialah keyakinan teguh yang diungkapkan dengan lisan bahwa sesungguhnya hanya Allah-lah sembahan yang hak (yang benar) tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan yang menyampaikan ajaran Islam dari Allah.
Kedua kesaksian di atas digabung menjadi satu rukun sekalipun yang disaksikan itu dua; karena kedua kesaksian (syahadat) tersebut merupakan dasar bagi sahnya amal ibadah. Maka Islam tidak akan diterima dan tidak pula amal ibadah kecuali didasari dengan keikhlasan kepada Allah dan mutaba’ah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam (mengikuti tuntunannya dalam beramal ibadah).
Maksud dari semua itu adalah hanya Allah semata yang berhak dijadikan sembahan, dan tidak menyembah-Nya (beribadah kepada-Nya) kecuali hanya dengan tata cara yang telah diajarkanNya melalui Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam. Maka dengan keikhlasan (tauhid)lah “kesaksian tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah” itu dapat terealisasi, dan hanya dengan bermutaba’ah (mencontoh Rasulul-lah)lah “kesaksian bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah” itu terealisasikan.
Untuk lebih memperjelas makna kedua syahadat tersebut adalah sebagai berikut: Sesungguhnya makna “Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah” adalah mengucapkan kalimat tersebut dengan lisan dengan penuh keyakinan bahwa hanya Allah lah sembahan yang hak. Ini tidak cukup hanya sekedar ucapan lisan saja, melainkan harus mengamalkan konsekuensinya, yaitu meneri-ma, patuh, tulus, ikhlas dan mahabbah (cinta). Dan makna syahadat “Muhammad adalah utusan Allah” ialah patuh dan ta’at kepada apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, meyakini dan membenarkan apa yang beliau informasikan, dan menjauhi larangannya serta tidak menyembah Allah (beribadah kepada-Nya) kecuali dengan cara yang telah diajarkannya.
Kedua syahadat tersebut mempunyai fungsi yang sangat besar, di antaranya: membebaskan hati dan jiwa dari perbudakan (penghambaan) kepada makhluk dan dari cara peribadatan selain cara yang telah diajarkan oleh utusan Allah.
Menegakkan atau mendirikan shalat, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara mengerjakan shalat secara konsisten (istiqomah) dan sempurna sesuai dengan waktu dan tata caranya.
Dalam Islam, shalat wajib itu ada lima dalam sehari semalam, yaitu shalat Subuh, shalat Zhuhur, shalat ‘Ashar, shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’.
Di antara fungsi shalat ialah bahwa shalat dapat memberikan kelapangan dan kedamaian jiwa, sebagai penghibur hati, kejernihan fikiran, timbulnya semangat dan hilangnya rasa malas, terhindar dari perbuatan keji dan munkar serta terciptanya ikatan di antara kaum muslimin.
Membayar zakat, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara mengorbankan dan mengeluarkan bagian yang wajib dari harta yang akan dizakati, lalu diserahkan kepada yang berhak menerimanya; dimana seorang muslim mengeluarkan kadar terten-tu dari harta yang dimilikinya dan untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak dari kaum fakir dan miskin dan yang serupa dengan mereka.
Di antara fungsi zakat tersebut ialah: membersihkan jiwa dari kebakhilan dan sifat kekikiran, agar harta menjadi berkembang, menutupi kebutu-han kaum muslimin, tersebarnya rasa saling mencintai di antara sesama mereka, menghindarkan diri dari sifat rakus dan kesewenang-wenangan, terhindar dari rasa hasud, tercapainya sifat rendah hati dan kasih sayang dan tenggang rasa antara sesama.
Shaum (puasa) di bulan suci Ramadhan; yaitu beribadah kepada Allah dengan cara menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa sepan-jang hari-hari bulan Ramadhan. Yaitu dengan cara tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan persetubuhan dan hal-hal yang dapat membatalkan semenjak fajar Shubuh terbit hingga matahari terbenam selama bulan Ramadhan dengan maksud beribadah kepada Allah.
Di antara fungsi shaum adalah mensucikan jiwa (tazkiyatun nufus), mengendalikan nafsu dan menghindarkannya dari sifat dan perbuatan hina, membiasakannya meninggalkan kelezatan-kelezatan dengan maksud meraih keridhaan Allah subhanahu wata'aala dan melatihnya agar sabar dan sanggup mengemban berbagai musibah.
Termasuk fungsi shaum juga adalah menum-buhkan keikhlasan dan bermuraqabah kepada Allah (selalu merasa diawasi-Nya), memelihara sifat amanah, menumbuhkan rasa tenggang rasa terhadap sesama, menjauhkan sifat individualistis dan memperoleh kesehatan jasmani.
Menunaikan ibadah haji, yaitu beribadah kepada Allah dengan mengunjungi Baitullah di tanah suci Mekkah untuk menunaikan syiar-syiar haji sekalipun hanya satu kali seumur hidup bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk pergi dan menunaikannya.
Di antara fungsi ibadah haji ialah mengingat kehidupan akhirat, membiasakan dan melatih jiwa mengorbankan kemampuan material dan fisik sebagai taqarrub kepada Allah. Dan juga dapat berkenalan antara suku bangsa, menumbuhkan rasa saling mencintai di antara kaum muslimin.
Demikianlah rukun-rukun Islam dan fungsi-fungsinya secara singkat.
Semua rukun-rukun Islam itu dapat menjadikan umat Islam menjadi ummat yang suci, bersih dan tulus menganut Dinul haq (agama yang benar), bergaul dengan sesama dengan adil dan jujur, karena ajaran-ajaran Islam lainnya akan menjadi benar dengan benarnya pilar-pilar (rukun-rukun) tersebut. Umat Islam akan menjadi baik bila mereka melakukan agamanya dengan baik pula, dan kebaikan itu akan berkurang sesuai dengan keteledoran mereka dari kebaikan ajaran-ajaran agama mereka.

Selasa, 27 Oktober 2009



DI ANTARA KEINDAHAN-KEINDAHAN DIENUL ISLAM:
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan sebagian dari karakteristik Dinul Islam, dan pembahasan berikut ini mirip dengan pembahasan sebelumnya atau penyempuna. Pembaca akan menjumpai sebagian dari keindahan-keindahan yang dimiliki Dinul Islam, dan bahwa sesungguhnya Islam adalah agama kebahagiaan dan kemenangan, dan bahwasanya Islam tidak membiarkan manusia dalam kesendiriannya, atau bersama keluarganya, atau bersama tetangganya, atau bersama saudara-saudara seagamanya, bahkan bersama manusia lainnya melainkan diajarkan kepadanya etika-etika secara detail, cara-cara bergaul yang dapat menjadikan kehidupannya damai dan meraih kebahagiaan.
Dan pembaca sekali-kali jangan ragu karena keburukan sikap dari kebanyakan kaum muslimin, sebab semua itu terjadi karena hawa nafsu mereka bukan karena tabi’at agama Islam.
Keindahan-keindahan Dienul Islam akan tampak secara jelas bila pembaca memperhatikan perintah-perintah dan larangan-larangannya. Pada alenia-alenia berikut ini penjelasannya:
Pertama, Dari perintah-perintahnya: Islam memerintahkan berbagai perintah suci yang dapat menata kehidupan sosial-budaya dan mengatur perihal kehidupan. Dalam hal ini, Islam benar-benar bagai samudera yang tak dapat diketahui dasarnya, tujuan akhir yang tidak ada harapan sesudahnya, Islam memenuhi segala-galanya.
Perintah-perintah itu disajikan dalam bahasa yang begitu simpel dan sangat mudah difahami; Islam memberikan ancaman hukuman bagi orang yang menyimpang dari perintah-perintahnya dan menjanjikan pahala besar bagi yang mengamalkannya.
Di antara perintah-perintah yang diajarkan Islam adalah sebagai berikut:
Islam memerintahkan kamu agar menjadi orang yang berjiwa besar tidak seperti hewan, menjadi orang yang berharga tidak menjadi hamba bagi nafsu syahwat, menjadi manusia yang berkedudukan tinggi lagi mulia yang hanya mengagungkan Rabb (Allah semata), hanya tunduk kepada ketentuan-Nya.
Islam memerintahkan kepadamu suatu perintah yang dapat menjadikanmu merasa bahwa engkau adalah anggota yang berguna lagi aktif yang tidak bertaqlid kepada seseorang atau tidak menjadi beban bagi orang lain.
Islam memerintahkan agar menggunakan akal dan anggota tubuh lainnya sesuai dengan fungsi masing-masing pada perbuatan yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Islam memerintahkan kepadamu agar bertauhid secara murni (mengesakan Allah), beraqidah yang benar yang dapat diterima akal dan menentramkan hati. Aqidah yang diajarkan Islam kepadamu dapat menjadikan kamu mulia, menampakkan harga diri dalam hati dan memberikan kelezatan iman padamu.
Islam mengajarkan agar kamu menjaga kehormatan kaum muslimin dan menghindari lembah-lembah tuduhan.
Islam mengajarkan agar kamu berbuat dan berupaya untuk memenuhi dan membantu kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin dan meringankan beban kesengsaraan mereka.
Islam menyuruh kamu terlebih dahulu memberi ucapan salam kepada setiap muslim (yang kamu jumpai) dan menolong saudara seagamamu.
Islam menyuruhmu agar menjenguk orang-orang sakit, mengantar jenazah, berziarah kubur dan mendo’akan saudara-saudara seiman dan seagamamu.
Islam menyuruhmu agar kamu berlaku adil kepada orang lain dan mencintai apa yang dicintai mereka sebagaimana kamu cinta pada diri kamu sendiri.
Islam menyuruhmu berikhtiar mencari rizki, menjaga kehormatan diri dan mengangkatnya dari posisi-posisi kehinaan dan kelemahan.
Islam mengajarkan kepadamu agar belas-kasih kepada sesama, cinta dan penuh perhatian kepada mereka, berupaya membantu dan menolong mereka, berbuat sesuatu yang dapat menjadi kebaikan bagi mereka serta menolak hal-hal yang dapat membahayakan mereka.
Islam memerintahkan agar kamu berbakti kepada kedua ibu dan ayah, bersilaturrahmi, menghormati tetangga dan bersikap lembut terhadap hewan.
Islam memerintahkan agar kamu membalas budi teman-teman, bergaul dengan baik kepada pasangan hidup (suami atau istri) dan anak-anak.
Islam mengajarkan sifat malu, lembut, pemurah, keberanian dan ghirah terhadap kebenaran.
Islam mengajarkan wibawa (muru’ah), berpenampilan baik, kesungguhan dan kebijakan dalam segala perkara.
Islam mengajarkan sifat amanah (dipercaya), tepat janji, baik sangka (husnuzh-zhan), tidak tergesa-gesa dalam segala perkara dan berlomba dalam melakukan kebajikan.
Islam mengajarkan kepadamu agar menjaga kehormatan diri, istiqamah (konsistensi), kecerdikan dan kesucian dari segala kekejian.
Islam mengajarkan bersyukur kepada Allah, cinta, takut dan mencurahkan harapan kepada-Nya serta dekat diri dan tawakkal kepada-Nya.
Dan nilai-nilai mulia yang indah lainnya.
Kedua, Dari larangan-larangannya: Di antara keindahan-keindahan ajaran Islam adalah larangan-larangan yang memperingatkan seorang muslim untuk tidak terjerumus ke dalam keburukan dan ancaman keras akan akibat buruk dari perbuatan tercela itu. Di antara larangan Islam itu ialah:
Larangan melakukan kekafiran, kefasikan, kedurhakaan dan menuruti kehendak hawa nafsu.
Larangan bersifat takabbur (arogansi), dengki, ‘ujub (bangga diri), hasud, mencela dan memaki orang lain.
Islam juga melarang sikap buruk sangka (su’uzh-zhan), pesimis, putus asa, kikir, berlebih-lebihan dan mubadzir.
Islam melarang sikap malas, banyak mengeluh, pengecut, lemah, pengangguran, kurang berakal dan marah-marah terhadap apa yang telah berlalu.
Islam melarang sikap keras kepala, berhati keras yang membuat enggan untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang lemah.
Islam melarang perbuatan menggunjing (ghibah), yaitu membicarakan keburukan orang lain, dan mengadu domba (namimah) yaitu mengadakan provokasi di antara sesama untuk menimbulkan kerusakan dan kekacauan.
Islam melarang banyak bicara yang tak berguna, menyebarluaskan rahasia orang lain, memperolok-olokan dan menganggap remeh atau merendahkan orang lain.
Islam juga melarang perbuatan memaki, mengutuk, mencela dan ungkapan-ungkapan buruk dan memanggil orang lain dengan panggilan-panggilan buruk.
Islam melarang kita banyak berdebat, bertengkar, percandaan hina yang dapat membawa kepada kejahatan dan meremehkan orang lain.
Islam melarang kita ikut campur dalam hal-hal yang tidak mempunyai nilai baik.
Islam melarang kita merahasiakan kesaksian, kesaksian palsu, melontarkan tuduhan yang tidak benar kepada wanita-wanita yang menjaga kehormatannya, mencela orang yang telah mati dan menyembunyikan ilmu pengetahuan.
Islam melarang kejahilan, perkataan kotor, menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikan (al-mann) dan tidak berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepada kita.
Islam melarang kita menodai kehormatan orang lain, bernasab kepada orang yang bukan ayahnya, enggan memberikan nasihat, meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Islam melarang pengkhianatan, perbuatan makar (tipu muslihat), ingkar janji, fitnah yang dapat menyebabkan orang lain berada dalam ketidak pastian.
Islam melarang perbuatan durhaka kepada kedua orang tua (ibu-bapak), memutus hubungan kerabat (hubungan silaturrahim) dan pengabaian terhadap anak.
Islam melarang perbuatan memata-matai, mencari-cari kesalahan orang lain.
Islam melarang perbuatan tasyabbuh, yaitu laki-laki menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki. Dan melarang membuka rahasia suami-istri.
Islam melarang minuman keras (khamar), mengkonsumsi atau memperjual-belikan narkoba dan perjudian.
Islam melarang promosi palsu dan dusta, curang dalam takaran dan timbangan, menggunakan harta kekayaan dalam hal yang diharamkan, dan meng-ganggu (menyakiti) tetangga.
Islam melarang pencurian, marah (bukan pada tempatnya), meminang pinangan orang lain, dan membeli (menjual) pembelian (penjualan) orang lain.
Islam melarang perbuatan khianat di antara salah seorang terhadap teman partnernya, menggunakan barang pinjaman bukan berdasarkan kesepakatan dari pemiliknya, menunda pembayaran upah kepada buruh atau menahan upahnya setelah buruh (pembantu) selesai melakukan pekerjaannya.
Islam melarang kita banyak makan yang dapat membahayakan kita.
Islam melarang perbuatan saling menjauhi antara satu dengan lainnya, saling bermusuhan, acuh tak acuh dan melarang seorang muslim tidak menegur saudara (seagama)nya lebih dari tiga hari.
Islam melarang kita memukul orang lain tanpa ada alasan sah dari syar’i (agama) dan menakut-nakuti orang lain dengan senjata.
Islam melarang perzinahan, hubungan sejenis (homoseks dan lesbian) dan membunuh jiwa yang diharamkan Allah.
Islam melarang pejabat (pegawai) menerima hadiah dari seseorang yang padahal sebelum diangkat menjadi pejabat dia tidak terbiasa menerima hadiah atau menerima jamuan undangan khusus.
Islam melarang kita menerima sogokan (uang suap) baik dari orang yang benar maupun yang bersalah atau membayar sogokan, kecuali dari seseorang yang terpaksa harus membayar.
Islam melarang kita membiarkan orang-orang yang teraniaya tanpa memberikan pembelaan kepadanya bila kita mempunyai kemampuan untuk membelanya.
Islam melarang seseorang melihat ke dalam rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya, sekalipun hanya dengan melihat dari lobang rumah, dan melarang kita mendengarkan pembicaraan orang lain yang mereka tidak suka kita mendengarnya.
Islam melarang segala perbuatan yang dapat merusak tatanan sosial, atau merusak jiwa, atau merusak akal, atau merusak kehormatan dan harga diri.
Demikianlah ulasan singkat tentang perintah-perintah Islam dan larangan-larangannya. Uraian panjang tentang hal tersebut bersama dalilnya membutuhkan banyak buku berjilid-jilid.

Senin, 26 Oktober 2009

JALAN MENUJU ISLAM - BEBERAPA KARAKTERISTIK DIENUL ISLAM



BEBERAPA KARAKTERISTIK DIENUL ISLAM
Islam adalah agama fitrah, agama kedamaian dan ketentraman. Manusia tidak akan menemukan ketenangan dan tidak akan mendapatkan kebahagiaan kecuali dengan berpegang teguh kepada Islam dan menerapkannya di dalam berbagai aspek kehidupan.
Hal yang meyakinkan keagungan Dienul Islam adalah karakteristik (ciri-ciri khas) yang dimilikinya yang tidak ada pada isme-isme dan agama-agama yang lain.
Di antara karakteristik yang mengokohkan kelebihan Islam dan kebutuhan manusia kepadanya adalah sebagai berikut:
Bahwasanya Islam datang dari sisi Allah subhanahu wata'aala. Dan Allah lebih mengetahui apa yang menjadi maslahat bagi hamba-hamba-Nya. Firman-Nya:
أَلاَ يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللطيف الخبير
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan) dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. 67: 14)
Bahwasanya Islam menjelaskan awal kejadian manusia, akhir kehidupannya serta tujuan ia diciptakan. Firman Allah:
يا أَيُّهَا الناس اتقوا رَبَّكُمُ الذى خَلَقَكُمْ مّن نَّفْسٍ واحدة وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Q.S. 4: 1)
مِنْهَا خلقناكم وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أخرى
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (Q.S. 20: 55)
وَمَا خَلَقْتُ الجن والإنس إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. 51: 56).
Bahwasanya Islam adalah agama fitrah. Maka Islam tidak akan bertentangan dengan fitrah. Allah berfirman:
فِطْرَتَ الله التى فَطَرَ الناس عَلَيْهَا
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. 30: 30)
Bahwasanya Islam memperhatikan akal dan mengajaknya berfikir, mencela kebodohan, taqlid buta dan lalai dari berfikiran lurus. Firman Allah:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الذين يَعْلَمُونَ والذين لاَ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. (Q.S. 39:9)
Firman-Nya juga:
إِنَّ فِي خَلْقِ السموات والأرض واختلاف اليل والنهار لآيَاتٍ لأُوْلِى الألباب . الذين يَذْكُرُونَ الله قياما وَقُعُوداً وعلى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ السموات والأرض
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (Q.S.3: 190-191).
Islam adalah aqidah dan syari’at (keyakinan dan pedoman hidup). Islam sempurna dalam aqidah dan ajaran-ajaran syari’atnya. Islam bukanlah hanya sekedar agama pemikiran, atau lintasan pemikiran yang melintas di dalam benak. Tetapi Islam sempurna dalam segala sesuatu, mencakup masalah-masalah aqidah yang shahih, mu’malah yang bijak, akhlaq mulia dan etika yang terkendali. Ia adalah agama individu dan komonitas, agama akhirat dan dunia.
Islam memperhatikan emosi-emosi manusia, ia mengarahkannya ke arah yang benar sehingga menjadi sarana kebaikan dan pengembangannya.
Islam adalah agama keadilan baik terhadap lawan (musuh), teman dekat, kerabat dekat ataupun keluarga jauh. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil”. (Q.S. 16: 90). “Dan apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu”. (Q. S. 6: 152) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil maka berlaku adillah karena adil itu lebih dekat pada taqwa”. (Q.S. 5: 8)
Islam adalah agama persaudaraan yang tulus. Maka, orang-orang Islam adalah bersaudara dalam agama, mereka tidak dibedakan oleh negeri, bangsa dan warna kulit. Jadi, Islam tidak mengenal sekte, ras dan tidak mengenal panatisme kebangsaan, warna kulit ataupun keturunan. Standar keutamaan di dalam Islam hanya terletak pada ketaqwaan.
Islam adalah ilmu pengetahuan. Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan, dan ilmu mengangkat orang-orang yang berilmu ke derajat yang paling tinggi. Firman Allah: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Q.S. 58:11)
Allah menjamin kebahagiaan, kemuliaan dan kemenangan bagi orang yang berpegang teguh kepada Islam dan mengaplikasikannya (dalam kehidupan), baik bagi individu maupun kelompok. Allah berfirman: “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagai-mana dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembahku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. (Q.S. 24: 55). “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki ataupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguh-nya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. 16: 97).
Di dalam Islam terdapat penyelesaian bagi segala problematika, karena syari’at dan dasar-dasar ajarannya mencakup segala hukum bagi segala peristiwa yang tak terbatas.
Bahwa syari’atnya merupakan syari’at yang paling bijak dalam mengatur semua bangsa-bangsa, paling tepat dalam memberikan solusi di saat kaburnya berbagai kemaslahatan atau disaat terjadi pertikaian dalam hak-hak manusia.
Islam adalah agama yang fleksibel (dapat diterapkan) untuk segala waktu dan tempat, umat dan situasi. Bahkan dunia tidak menjadi baik dengan agama selain Islam. Oleh karenanya, semakin modernnya zaman dan semakin majunya bangsa selalu muncul bukti baru yang menunjukkan pada keabsahan Islam dan ketinggian nilainya.
Islam adalah agama cinta, kebersamaan, persahabatan dan kasih sayang. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
مَثَلُ اْلمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ .
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta-mencintai dan kasih-mengasihi itu seperti satu tubuh apabila salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka semua badan ikut menderita dengan demam dan tidak dapat tidur”. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang kasih-mengasihi dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, maka kasihilah orang yang ada di muka bumi, niscaya kalian dikasihi oleh (Tuhan) yang di langit”.
Islam adalah agama kesungguhan, keseriusan dan amal. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda:
المُؤْمِنُ اْلقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ اْلمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَلاَ تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ .
“Orang mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mu’min yang lemah; perhatikanlah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu dan jangan bersikap lemah, dan jika kamu ditimpa sesuatu maka hendaknya jangan kamu katakan:”Kalau saya lakukan ini dan itu…”, akan tetapi katakanlah: Ini adalah taqdir Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”.
Islam sangat jauh dari kontradiksi. Allah berfirman: “Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, niscaya mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (Q.S. 4: 82)
Islam melindungi pemeluknya dari kekacauan, kesia-siaan dan kenistaan, dan memberikan jaminan ketentraman psikologis (jiwa) dan pemikiran bagi mereka.
Islam itu jelas dan mudah, ia mudah difahami oleh setiap orang.
Islam adalah agama inklusif (terbuka) tidak tertutup bagi siapa saja memeluknya.
Islam juga menjunjung tinggi akal, ilmu pengetahuan, jiwa, moral dan akhlaq. Para pemeluk yang sungguh-sungguh berpegang teguh kepadanya, mereka orang-orang yang terbaik, paling berakal dan tersuci.
Islam mengajak kepada akhlaq mulia dan amal yang terbaik. Allah subhanahu wata'aala berfirman: “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. 7: 199) “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. 41: 34)
Islam memelihara akal, oleh karena itu Islam mengharamkan khamar, narkoba dan segala sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan pada akal.
Islam memelihara harta, oleh karenanya ia mengajarkan amanah (kejujuran) dan menghargai orang-orang yang amanah bahkan menjanjikan kehidupan yang lapang dan surga kepada mereka, dan Islam melarang pencurian dan mengancam pelakunya dengan hukuman, ia mensyari’atkan had pencurian, yaitu potong tangan pencuri agar seseorang tidak memberanikan diri mencuri harta kekayaan orang lain. Dan apabila ia tidak merasa takut akan hukuman di akhirat, maka ia akan jera karena takut dipotong tangannya. Maka dari itu, masyarakat yang hidup di suatu negeri yang menerapkan syari’at Islam merasa aman terhadap harta kekayaan mereka, bahkan jikalau pemotongan tangan terjadi maka sangat jarang sekali karena jarangnya pencuri.
Islam memelihara jiwa, oleh karena itu Islam mengharamkan pembunuhan secara tidak haq, dan hukuman bagi orang yang membunuh jiwa seseorang secara tidak haq adalah hukuman mati. Maka dari itu jarang terjadi pembunuhan di negeri yang menerapkan ajaran Allah. Karena apabila seseorang mengetahui bahwa bila ia membunuh seseorang akan dibunuh pula maka ia tidak akan melakukan pembunuhan, dan karenanya masyarakat hidup dengan penuh rasa aman dari kejahatan pembunuhan.
Islam memelihara kesehatan. Banyak sekali isyarat dari Al-Qur’an dan hadis-hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tentang pemeliharan kesehatan. Allah berfirman: “Dan makan dan minumlah kamu, dan jangan berlebih-lebihan. (Q.S. 7: 31).
Para ulama berpendapat: Sesungguhnya ayat di atas mencakup seluruh kedokteran, karena sederhana dalam hal makan dan minum merupakan faktor utama bagi terpeliharanya kesehatan.
Di antara isyarat bagi pemeliharaan kesehatan adalah bahwa Islam mengharamkan khamar, dan sudah tidak diragukan lagi bahaya besar bagi kesehatan yang terkandung pada khamar. Khamar dapat melemahkan jantung, merusak hati dan berbagai penyakit lainnya.
Termasuk isyaratnya juga adalah Islam mengharamkan perbuatan keji seperti zina dan homo seks, karena keduanya mengandung banyak bahaya, di antara bahaya kesehatan yang telah dikenal pada zaman ini seperti penyakit spilis, gonorhoe, pendarahan, aids dan sebagainya.
Termasuk pemeliharaan Islam terhadap kesehatan adalah bahwasanya Islam mengharamkan daging babi yang sekarang telah diketahui dapat menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh manusia, yang di antaranya adalah cacing pita dan berbagai cacing lainnya yang semuanya membahayakan manusia dan dapat menyebabkan kematian.
Dan di antara isyarat yang terdapat dalam rahasia berwudhu. Sesungguhnya wudhu dapat mencegah sakit gigi dan hidung, bahkan ia merupakan pencegah terpenting bagi penyakit paru-paru. Sebagian ahli kedokteran mengatakan: Sesungguhnya di antara jalan utama bagi penyakit paru-paru adalah hidung. Maka sesungguhnya hidung yang dicuci sehari lima kali sangat layak bersih dari bakteri-bakteri penyakit berbahaya tersebut. Oleh karena itu, penyakit ini sangat kurang ada pada kaum muslimin dan paling banyak terdapat di barat. Sebabnya adalah bahwa kaum muslimin selalu berwudhu lima kali dalam sehari ketika akan menunaikan shalat, dan setiap kali mereka berwudhu terlebih dahulu mereka membasuh hidungnya satu sampai tiga kali.
Islam seiring dengan kenyataan-kenyatan ilmiyah. Oleh karena itu, tidak mungkin kenyataan-kenyataan ilmiyah yang benar bertentangan dengan nash-nash syari’at yang jelas.
Apabila terdapat sesuatu yang tampaknya kontradiktif (bertentangan), maka boleh jadi disebabkan karena realitas itu suatu klaim yang tidak jelas kebenarannya atau boleh jadi karena nashnya tidak terang-terangan bertentangan, sebab nash dan kebenaran ilmu pengetahuan itu keduanya pasti (qath’i) dan tidak mungkin bertentangan. Kaidah tersebut telah dibuktikan oleh sejumlah para ulama Islam dan bahkan telah dibuktikan pula oleh sebagian ilmuwan Barat yang obyektif, seperti penulis kenamaan Francis: Maurice Bucaille di dalam bukunya: Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Di dalam buku itu ia jelaskan bahwa Taurat dan Injil yang keduanya telah mengalami intervensi tangan manusia yang ada sekarang ini bertentangan dengan hakikat-hakikat ilmu pengetahuan, pada waktu ia merekam di dalam buku tersebut bukti-bukti keunggulan Al-Qur’an dan Al-Qur’an telah melaju ke depan mendahului ilmu pengetahuan modern. Di dalam buku tersebut penulis telah membuktikan bahwasanya Al-Qur’an sama sekali tidak pernah bertentangan dengan penemuan-penemuan ilmiyah, bahkan keduanya sepakat dan bertemu secara sempurna.
Sesungguhnya bukti-bukti nyata, bukti-bukti ilmiyah dan eksperimen yang membuktikan kebenaran ajaran yang terdapat di dalam Islam sampai pada masalah-masalah yang rumit yang jauh dari indra dan yang paling diingkari di masa-masa silam. Sebagai contoh adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam :
إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعاً أَوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Apabila anjing minum pada bejana salah seorang kamu, hendaklah mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah”.
Kedokteran telah menyingkap rahasia di balik perintah itu dan telah menetapkan bahwa di dalam air liur anjing terdapat mikroba-mikroba dan penyakit-penyakit mematikan yang tidak bisa dihilangkan dengan air semata. Dan penelitian-penelitian ilmiah modern telah membuktikan bahwasanya hanya tanah yang dapat member-sihkan najis seperti ini. Dan dijelaskan pula bahwasanya bekas jilatan anjing pada bejana dapat menyebabkan berbagai penyakit yang sangat berbahaya, karena anjing banyak mengandung berbagai macam cacing, seperti cacing pita yang sangat kecil sekali, hingga apabila anjing minum di suatu bejana atau seseorang menyentuh badan anjing itu dengan tangan atau pakaiannya telur-telur cacing yang sangat kecil berpindah kepada orang itu dan bergerak menuju pencernaannya di waktu makan atau minum, lalu cacing itu menembus dinding pencernaan dan bergerak menuju kantong darah dan sampai pada alat-alat vital lainnya, kadang masuk ke hati dan kadang ke otak hingga menyebabkan rasa sakit kepala dan muntah-muntah yang terus-menerus, kehilangan rasa, dan cacat pada sebagian anggota tubuh. Kadang masuk ke jantung lalu merobeknya hingga terkadang menyebabkan kematian seketika.
Sesungguhnya ilmu-ilmu fisika mendukung Islam dan menguatkan kebenarannya tanpa disadari oleh ahli ilmu itu.
Sebagai contoh: Perkawinan tumbuhan yang baru ditemukan dalam beberapa waktu lalu, padahal Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam yang tidak bisa baca tulis 14 abad yang silam telah menjelaskannya. Allah berfirman: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)”. (Q.S. 15: 22) Dan firman-Nya: “Dan Kami tumbuhkan padanya segala macam pasangan tanaman yang indah dipandang mata”. (Q.S. 50: 7) Firman-Nya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan.” (Q.S. 51: 49) Firman-Nya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan segala sesuatu”. (Q.S. 36: 36). Ini semua adalah firman Tuhan (Rabb) bagi semesta alam di dalam Al-Qur’an sebelum ilmu pengetahuan alam menjelaskan bahwasanya pada setiap tumbuhan itu terdapat jantan dan betina.
Ada sebagian orang-orang Eropa memeluk Islam karena ia menemukan di dalam Al-Qur’an penjelasan tentang kelautan secara lengkap, padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam tidak pernah mengarungi lautan semasa hidupnya. Seperti firman Allahsubhanahu wata'aala: “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan ta-ngannya, tiadalah dia dapat melihatnya”. (Q.S. 24:40).
Islam menjamin kebebasan dan mengarahkannya. Kebebasan berfikir terjamin di dalam Islam. Sesungguhnya Allah telah membekali manusia dengan beberapa indera, seperti indera pendengaran, penglihatan dan akal supaya berfikir, merenung dan mencapai kepada kebenaran. Maka, manusia diperintah supaya berfikir secara mendalam dan lurus, dan dia bertanggung jawab atas pengabaiannya terhadap indera tersebut, sebagaimana juga bertanggung jawab atas penggunaannya untuk sesuatu yang membahayakan.
Di dalam Islam manusia bebas dalam berjual-beli, berniaga, berpindah dan sebagainya selagi semua itu tidak melampaui batasan-batasan Allah, seperti berbuat curang, penipuan atau membuat kerusakan.
Manusia di dalam Islam bebas menikmati kenikmatan kehidupan dunia, berupa makanan, minuman dan pakaian selagi tidak melakukan sesuatu yang diharamkan yang bahayanya menimpa dirinya atau menimpa orang lain.
Lebih dari itu, sesungguhnya Islam mengendalikan kebebasan, Islam tidak membiarkan kebebasan tanpa kendali berkeliaran di dalam lembah kezhaliman dan mengganggu kebebasan orang lain. Sebagai contoh, sekiranya nafsu dibiarkan sebebas-bebasnya, niscaya manusia terperangkap dalam jeratan nafsu yang dapat menyebabkan kebinasaan dirinya sendiri, sebab kemampuannya terbatas. Maka apabila nafsu dihabiskan dalam perbuatan sia-sia dan perbuatan cabul, maka habislah padanya kemampuan yang dapat mendorongnya ke jalan yang benar dan membimbingnya ke pintu-pintu kebaikan. Jadi, kebebasan tidak berarti menuruti nafsu syahwat dan godaannya dengan tidak menghiraukan halal atau haram dan tanpa memperhatikan akibatnya. Sebab jika tidak, maka sesungguhnya akibatnya fatal di dunia maupun di akhirat kelak; potensinya hangus, kesehatannya hilang yang akhirnya ia menjadi orang yang sengsara lagi hina. Kemudian kalaupun manusia melepaskan kendali bagi nafsu syahwatnya, apakah ia akan merasakan kebahagiaan dan ketentraman? Jawabnya: Tentu tidak. Bila pembaca hendak mengetahui buktinya maka silakan perhatikan dunia kita sekarang yang penuh dengan kemajuan kebudayaan material. Oleh karena manusia memberikan kebebasan tanpa batas dan tidak dapat menggunakannya dengan baik, maka terjadilah kekacauan, berbagai musibah, berbagai penyakit fisik dan jiwa, menjamurnya pembunuhan, perampasan dan perampokan, bunuh diri dan kegelisahan serta berbagai penyakit aneh lainnya.
Kebebasan juga bukan berarti memenuhi segala ambisi-ambisi yang tidak mengenal batas dengan tidak menghiraukan implikasinya terhadap orang lain. Apakah kesewenang-wenangan orang yang kuat terhadap orang-orang yang lemah, memandang rendah hak-hak dan menumpas aspirasi mereka –sebagaimana negara-negara besar di dunia kita sekarang- itu termasuk dari kebebasan? Jawabnya: Tidak! Kebebasan sejati adalah kebebasan sebagaimana diajarkan oleh Islam, yaitu kebebasan yang terarah dan terkendali yang mengatur tindakan manusia, yaitu kebebasan dimana manusia menjadi hamba (budak) Rabb Penciptanya. Itulah rahasia besar kebebasan. Manusia, apabila ia bergantung kepada Tuhannya baik dalam bentuk rasa takut, cinta, penuh harapan, rasa hina dan tunduk di hadapan-Nya maka berarti ia telah terbebaskan (merdeka) dari semua makhluk; ia tidak merasa takut kepada siapapun kecuali kepada Tuhannya dan tidak mengharapkan kecuali hanya kepada-Nya, dan itulah kemenangan dan kemuliaan yang sesungguhnya. Singkatnya, Islam adalah agama kesempurnaan dan kemuliaan, agama petunjuk dan ketinggian. Lalu apabila kita melihat sebagian orang yang mengaku beragama Islam tetapi lemah semangatnya, atau jauh dari petunjuk ajarannya, maka keterbelakangan itu kembali kepada mereka, bukan kepada agama Islam, sebab Islam bebas dari mereka, sedangkan keterbelakangan terjadi karena mereka tidak mengerti (bodoh) tentang Islam, atau mereka yang meninggalkan Islam.

JALAN MENUJU ISLAM - KESAKSIAN FILOSOF INGGRIS THOMAS KARLEL TERHADAP KEBENARAN KERASULAN NABI MUHAMMAD



KESAKSIAN FILOSOF INGGRIS THOMAS KARLEL TERHADAP KEBENARAN KERASULAN NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Setiap orang yang berakal yang obyektif, tidak ada pilihan lain baginya kecuali meyakini kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Hal itu karena tanda-tanda dan bukti-bukti yang sangat banyak membuktikan kebenarannya.
Tidak diragukan lagi bahwa kesaksian penentang itu mempunyai kedudukan tersendiri. Keunggulan itu –sebagaimana dikatakan- ada pada kesaksian musuh. Dan berikut ini akan kami ketengahkan kesaksian seorang filosof terkemuka berkebangsaan Inggris yang bernama Thomas Karlel, peraih hadiah Nobel dimana ia menulis di dalam bukunya “Para Pahlawan” tulisan yang cukup panjang tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam seraya berbicara kepada kaumnya umat Nasrani.
Di antara ungkapannya adalah: Sungguh merupakan suatu aib besar bagi orang yang berbicara di abad ini mendengarkan ungkapan yang mengatakan bahwa agama Islam adalah kedustaan dan Muhammad adalah seorang penipu. Dan sesungguhnya kita harus memerangi ungkapan-ungkapan hina lagi memalukan yang di sebarluaskan seperti itu. Karena sesungguhnya risalah (kerasulan) yang diemban oleh Rasul (Muhammad) masih merupakan pelita terang yang menerangi dua ratus juta manusia semenjak dua belas abad silam. Lalu apakah salah seorang di antara kalian menduga bahwa sesungguhnya risalah yang diyakini oleh ratusan juta orang yang telah dan masih hidup ini merupakan suatu kedustaan dan tipu daya?!!
Adapun aku, maka tidak bisa berpendapat seperti itu, karena sekiranya kedustaan dan penipuan laris luar biasa seperti ini di sisi makhluk Tuhan (baca: manusia) dan mendapat sambutan baik seperti ini, maka berarti sesungguhnya manusia itu telah gila! Sungguh amatlah kasihan mereka! Maka sangat buruklah anggapan tersebut dan betapa hinanya orang-orang yang beranggapan demikian itu, alangkah kasihan mereka!
Dan sesudah itu, maka siapa saja yang ingin mencapai suatu tingkatan tertentu dalam ilmu pengetahuan hendaknya tidak membenarkan sedikitpun dari ungkapan-ungkapan orang-orang yang dungu seperti di atas, karena ungkapan-ungkapan tersebut merupakan produk suatu generasi kafir, dan era kekafiran dan pembangkangan. Dan itu merupakan bukti dari busuknya jiwa, rusaknya mata hati dan matinya ruh di dalam kehidupan jasmani.
Barangkali dunia tidak pernah menyaksikan suatu pendapat yang lebih kufur dan lebih hina dari pendapat seperti itu! Apakah kalian wahai saudara-saudara, berkeyakinan bahwa ada seseorang pendusta yang mampu menciptakan suatu agama dan menyebar luaskannya secara terang-terangan?! Demi Tuhan, sesungguhnya seorang pendusta tidak akan bisa membangun rumah dari bata. Karena jika ia tidak mem-punyai pengetahuan tentang fungsi semen, tanah dan kapur serta yang serupa dengannya, maka yang ia bangun pasti bukanlah rumah, melainkan tumpukan dari campuran beberapa materi. Ya, bangunan itu tidak pantas untuk dapat bertahan pondasi-pondasinya selama 12 abad lamanya dengan dihuni oleh 200 juta jiwa, akan tetapi lebih pantas sekiranya pondasi-pondasinya porak poranda hingga bangunan itu roboh sehingga seolah-olah tidak pernah ada.
Lebih lanjut ia mengatakan: Berdasarkan semua itu, kami sama sekali tidak menganggap Muhammad sebagai seorang pendusta yang mengada-adakan dengan bertopeng berbagai tipu muslihat dan cara-cara untuk mencapai cita-citanya, berambisi untuk menduduki singgasana kerajaan atau kekuasaan atau kepada perbuatan kehinaan lainnya.
Tidaklah risalah yang diembannya melainkan haq (kebenaran) yang nyata, dan tidaklah ucapannya melainkan perkataan yang benar.
Tidak sama sekali, Muhammad bukanlah seorang pendusta dan bukan pula orang yang mengada-ada. Ini adalah kenyataan yang menolak semua kebatilan dan meruntuhkan semua hujjah (dalil-dalil) orang-orang yang kafir.
Kemudian, kita jangan lupa akan hal lain lagi, yaitu bahwasanya Muhammad tidak pernah sama sekali belajar pengetahuan kepada seorang gurupun. Urusan tulis menulis di negeri Arab pada saat itu masih sangat baru (langka) –demi Tuhan, sungguh menakjubkan akan kebutahurufan bangsa Arab- dan Muhammad tidak pernah menerima seberkas cahaya (pengetahuan) apapun dari seseorang dan tidak pernah menimba pengetahuan dari seseorang. Dia tidak lain hanya sebagaimana para nabi dan pembesar-pembesar lainnya, mereka yang aku umpamakan dengan pelita-pelita hidayah yang menerangi kegelapan-kegelapan sepanjang masa.
Kita telah melihat sepanjang hidupnya sebagai orang yang kokoh prinsipnya, pendirian teguh, mulia lagi berbakti, pemurah lagi bertaqwa serta terhormat, seorang yang merdeka lagi dewasa, penuh dengan kesunggguhan dan ketulusan, dan bersamaan dengan itu ia sangat fleksibel dan lembut, bermuka manis lagi murah senyum, baik dalam bergaul dan menyenangkan. Bahkan adakalanya ia bercanda dan bercumbu. Pendeknya, secara umum dari wajahnya terpancar senyuman manis dari hati yang tulus, sebab di antara manusia ada orang senyumannya dusta seperti dustanya amal dan tutur katanya.
Karlel lebih jauh mengatakan: Dia adalah seorang yang adil, tulus niatnya, sangat cerdas, berhati mulia, seakan-akan terpancar dari kedua keningnya lentera-lentera untuk setiap malam yang gelap gulita, penuh dengan cahaya, adalah orang besar yang agung karena fitrahnya, tidak pernah dibentuk oleh suatu lembaga dan tidak pernah pula dididik oleh pendidik, karena Muhammad memang tidak memerlukan hal itu.
Orang-orang Nasrani dan kafir (mulhidun) beranggapan bahwa Muhammad tidak menginginkan dari apa yang ia lakukan melainkan popularitas pribadi dan kemuliaan kekuasaan. Tidak, demi Allah, sekali-kali tidak demikian. Sesungguhnya di dalam jiwa lelaki itu yang merupakan anak padang pasir, yang kedua kelopak matanya berbinar yang berjiwa besar, yang penuh rasa belas-kasih, kebaikan, hikmah dan kebijakan terdapat –fikiran-fikiran yang jauh dari ambisi-ambisi duniawi, niat suci yang jauh dari rongrongan ambisi kekuasaan dan keangkuhan. Bagaimana tidak, padahal dia adalah jiwa besar yang pendiam dan seorang yang berasal dari orang-orang yang tidak dapat berbuat kecuali dengan penuh keikhlasan dan keseriusan. Sementara kamu lihat orang-orang lain rela dengan istilah-istilah dusta, mereka berjalan sesuai dengan anggapan-anggapan palsu disaat kamu melihat Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam tidak pernah rela berselimut dengan kebiasaan kedustaan dan berlumur diri dengan kepalsuan-kepalsuan baru.
Sesungguhnya hanya dia yang memiliki jiwa besar dan hakikat segala urusan dan pengetahuan, dia merupakan rahasia kehidupan (wujud), memancar dari cahaya kedua matanya –sebagaimana aku katakan- dengan segala perkara yang menakutkan, segala keindahan dan kemegahan kehidupan ini. Tidak ada kebatilan yang dapat menutupi hal tersebut dari padanya. Maka lisan kenyataan yang agung itu berkata kepadanya: “Inilah aku”. Maka keikhlasan seperti ini tidak pernah lepas dari makna suci Ilahi. Apabila lelaki ini berkata, maka setiap pendengaran dengan tekun mendengarnya, setiap jiwa menyadarinya dan setiap ucapan yang lain daripada itu semua adalah tidak ada artinya dan setiap perkataan selain daripada perkataannnya adalah hampa belaka.
Karlel juga mengatakan: Jadi, kita harus membuang jauh-jauh pendapat dan pendirian orang-orang yang zhalim yang mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah seorang pendusta, dan kita anggap sikap mereka sebagai suatu kehinaan, kenistaan dan kedunguan. Hendaklah kita membersihkan diri dari semua itu.
Dia juga menyatakan: Dan sungguh, agama yang diimani (diyakini) oleh orang-orang Arab (yang dulu adalah) penyembah berhala dan mereka pegang teguh dengan hati suci mereka yang membara adalah pantas kalau itu adalah haq (kebenaran) dan pantas untuk diyakini dan dibenarkan. Dan sesungguhnya agama ini telah menyimpan pondasi yang merupakan sesuatu yang tunggal bagi manusia yang harus diyakini kebenarannya. Sesuatu yang tunggal itu adalah ruh (jiwa, substansi) seluruh agama, yaitu ruh yang telah memakai pakaian yang bermacam-macam namun pada hakikat dan substansinya sama (satu). Dan dengan mengikuti ruh tersebut manusia bisa menjadi pemimpin besar bagi jagad raya ini, pemimpin yang berjalan di atas dasar-dasar Maha Pencipta, tunduk kepada aturan-aturan-Nya, tidak ada seorangpun yang dapat membantah atau menolaknya.
Sesungguhnya Islam telah datang melawan agama-agama palsu dan kepercayaan-kepercayan rendahan itu, lalu Islam melenyapkannya, dan Islam memang berhak melenyapkannya, karena Islam adalah esensi (hakikat). Tatkala Islam lahir, maka hanguslah paganitas bangsa Arab dan dialektika Nasrani serta segala sesuatu yang tidak haq, karena semua itu hanyalah kayu bakar kering belaka.
Dia melanjutkan: Apakah para pendusta dungu tetap beranggapan bahwa Muhammad itu tukang sulap atau penipu? Tidak, sekali-kali tidak!! Ruh hidup yang menggelora yang seolah-olah gejolak pemikiran itu sama sekali bukanlah ruh seorang pesulap atau penipu… Sesungguhnya kehidupan ruh dalam pandangannya adalah benar (haq) dan jagad raya ini adalah suatu hakikat yang indah lagi besar.
Lanjutnya: Ungkapan-ungkapan dan perbuatan-perbuatan seperti itu memperlihatkan kepada kita (bahwa) di dalam diri Muhammad terdapat saudara kemanusiaan, saudara kita semua yang penyantun lagi belaskasih, putra bunda pertama kita dan putra bapak awal kita.
Sesungguhnya aku benar-benar sangat mencintai Muhammad karena kesucian tabiat dan kepribadiannya dari (sifat) riya dan mengada-ada. Dia benar-benar putra padang pasir yang berfikiran merdeka, tidak mengatakan kecuali berdasarkan nuraninya dan tidak pula mengklaim apa yang tidak ada pada dirinya. Muhammad bukan seorang yang sombong tetapi juga bukan seorang yang hina dina. Dia berbicara kepada para Kaisar Romawi dan pembesar-pembesar bangsa-bangsa Ajam (non Arab) dengan ucapan yang merdeka lagi jelas, membimbing mereka kepada kewajiban mereka dalam kehidupan dunia ini dan dalam kehidupan akhirat kelak. Dia kenal akan harga dirinya; peperangan-peperangan sengit yang terjadi melawan orang-orang A’rab (pedalaman) penuh dengan bukti-bukti kekuatan, akan tetapi juga penuh dengan tanda-tanda belas-kasih, rahmat dan pengampunan. Muhammad tidak minta maaf karena kekuatan-kekuatannya dan tidak pula bangga dengan sifat belas-kasih dan pengampunannya itu.
Karlel lebih lanjut mengatakan: Muhammad sama sekali bukan seorang yang berman-main, dan ucapan-ucapannya sama sekali tidak pernah dinodai oleh noda main-main atau hal yang tidak bernilai. Karena perkara baginya hanya ada perkara rugi atau kemenangan (keberuntungan), perkara fana dan kekekalan. Sikapnya dari semua itu tidak lain hanya keikhlasan sejati dan kesungguhan dahsyat.
Adapun bermain-main dengan ucapan, dengan masalah-masalah logik dan pengabaian akan apa yang sebenarnya, maka –sama sekali- bukan type seorang Muhammad. Semua itu bagiku merupakan tindak kriminal paling keji, sebab ia hanya merupakan keteledoran jiwa (ruh), merupakan kantuk mata dari al-haq (kebenaran) dan kehidupan seseorang di dalam fenomena-fenomena palsu.
Di dalam (ajaran) Islam terdapat sifat yang bagiku merupakan sifat yang paling mulia lagi tinggi, yaitu persamaan di antara sesama manusia. Ini mengindikasikan kepada pandangan yang paling benar dan ide paling tepat. Jadi, jiwa seorang mu’min laksana pengikat semua belahan bumi, sedangkan manusia di dalam Islam adalah sama.
Dia juga mengatakan: ”Cahayanya meliputi semua penjuru dan sinarnya memenuhi segala sudut. Pancaran sinarnya mengikat belahan timur dengan belahan barat dan belahan utara dengan selatan. Semua itu terjadi hanya dalam satu abad sesudah peristiwa (kenabian) ini, hingga kedaulatan Arab mempunyai seorang (penguasa) di India dan seorang (penguasa) di Andalusia (sekarang Spanyol dan Portugal). Kedaulatan Islam memancarkan cahaya karunia, keutamaan, harga diri, kekuatan, keberanian dan keindahan kebenaran dan keelokan petunjuk dalam kurun waktu yang berabad-abad lamanya di atas separo belahan bumi ini”.
Setelah pembaca mengetahui sekilas dari sejarah perjalan hidup Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, dakwah dan akhlaqnya, maka lembaran-lembaran berikut ini mengenalkan kepada pembaca akan Dienul Islam yang diajarkan oleh Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam.

JALAN MENUJU ISLAM - KENABIAN MUHAMMAD SHALALAHU ALAIHI WASSALAM





KENABIAN MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM DAN SEKILAS DARI SEJARAHNYA
Pembahasan tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam menjadi nabi dan tentang sejarahnya adalah sangat panjang, dan para ulama telah menulis banyak karya-karya secara khusus tentang hal ini. Lembaran-lembaran ini tidak cukup untuk memuat hal tersebut secara panjang-lebar. Sesungguhnya pada alenia-alenia terdahulu telah penulis singgung bahwa risalah Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam adalah risalah pemungkas (penutup) dan bahwa kitab suci yang diturunkan kepadanya yaitu, Al-Qur’an adalah merupakan kitab suci samawi yang terakhir.
Mudah-mudahan pembahasan pada lembaran berikut ini mencakup topik-topik dari sebagian sejarah mulia Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam.
DASAR-DASAR AWAL KENABIAN:
Sesungguhnya Allah subhanahu wata'aala telah mempersiapkan banyak persiapan bagi kenabian Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam yang merupakan tanda-tanda bagi kenabian dan kerasulannya. Di antaranya adalah:
Do’a Nabi Ibrahim, khabar gembiranya Nabi Isa ’alaihis salam dan mimpi ibunya, Siti Aminah. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda:
أَنَا دَعْوَةُ إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيْسَى، وَرَأَتْ أُمِّي حِينَ حَمَلَتْ بِي كَأَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا نُوْرٌ أَضَاءَتْ بَصْرَى مِنْ أَرْضِ الشَّامِ
Artinya: “Aku adalah do’a Nabi Ibrahim, berita gembira Nabi Isa dan ibuku di waktu hamil pernah bermimpi bahwasanya ada cahaya (nur) keluar dari dalam dirinya yang menerangi Bushra di negeri Syam”
Maksud hadits di atas ialah, bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: Aku adalah realisasi dari do’a Nabi Ibrahim ’alaihis salam dimana ketika ia membangun pondasi-pondasi Ka’bah di Mekkah bersama putranya Ismail, ia berdo’a sebagaimana diinformasikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:
وَ إِذْ يَرْفَعُ إبراهيم القواعد مِنَ البيت وإسماعيل رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السميع العليم . رَبَّنَا واجعلنا مُسْلِمَيْنِ لَكَ مِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنتَ التواب الرحيم . رَبَّنَا وابعث فِيهِمْ رَسُولاً مّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ ءاياتك وَيُعَلّمُهُمُ الكتاب والحكمة وَيُزَكّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العزيز الحكيم
“Wahai Rabb kami, terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepada-Mu dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Wahai Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 127-129).
Lalu Allah mengabulkan do’a Nabi Ibrahim dan Ismail tersebut, dengan diutusnya Nabi terakhir (pemungkas) Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam yang berasal dari keturunannya.
Adapun sabda beliau “dan berita gembiranya Nabi Isa”, maksudnya adalah bahwasanya Nabi Isa ’alaihis salam telah memberitakan akan diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul sebagaimana diinformasikan oleh Allah subhanahu wata'aala di dalam Al-Qur’an, seraya berfirman:
وَ إِذْ قَالَ عِيسَى ابن مَرْيَمَ يابنى إسراءيل إِنّى رَسُولُ الله إِلَيْكُم مُّصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَىَّ مِنَ التوراة وَمُبَشّراً بِرَسُولٍ يَأْتِى مِن بَعْدِى اسمه أَحْمَدُ
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: “Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. (Al-Shaff: 6)
Jadi, Isa ’alaihis salam adalah nabi terakhir dari nabi-nabi yang berasal dari anak keturunan Israil, dan tidak ada seorang nabipun (dalam jarak waktu) antara Nabi Isa ’alaihis salam dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Maka dengan demikian, jelaslah bahwa Nabi Isa telah memberi berita gembira akan datangnya seorang nabi sesudahnya yang bernama Ahmad. Ahmad adalah merupakan salah satu dari nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam.
Adapun “Mimpi ibunya”, maksudnya adalah bahwa ibunya pernah bermimpi suatu mimpi yang benar. Di saat ibunya melahirkannya tampak dalam pandangannya cahaya yang menerangi negeri Bushra yang berada di negeri Syam.
Keberadaan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam diutus dari bangsa Arab. Bangsa Arab pada saat itu adalah bangsa yang diberi keistimewaan atas bangsa-bangsa lainnya, sehingga mempunyai kesiapan untuk menerima perbaikan spiritual dan kultural yang universal yang tercakup dalam agama Islam, meskipun telah dilanda oleh buta huruf, penyembahan terhadap berhala dan perpecahan yang terjadi akibat sifat ke-primitif-an mereka. Sekalipun demikian, bangsa Arab tetap merupakan umat (bangsa) yang mempunyai keistimewaan kemerdekaan pemikiran dan kebebasan personil di saat bangsa-bangsa lain tenggelam di dalam pengabdian kepada kediktatoran religi dan duniawi, dilarang memahami selain hukum-hukum keagamaan yang diajarkan oleh para tukang tenung dan para tokoh agama mereka atau berbeda faham dengan mereka dalam masalah pemikiran atau keduniaan, sebagaimana mereka diharamkan berbuat melakukan urusan-urusan kultural dan keuangan.
Bangsa Arab juga mempunyai kelebihan kebebasan berkehendak dalam melakukan segala perbuatan, di saat bangsa-bangsa lain menjadi budak hina para penguasa diktator yang memperlakukan mereka seperti binatang, tidak mempunyai aspirasi baik dalam keadaan damai ataupun perang, serta tidak memiliki kebebasan berkehendak di hadapan mereka di dalam menentukan pekerjaan atau usaha.
Bangsa Arab juga mempunyai kelebihan percaya diri, keberanian, kekuatan fisik dan mental, di mana bangsa-bangsa lain pada kala itu yang terbagi menjadi para penguasa yang telah dibejadkan oleh tindakan berlebih-lebihan dan kemewahan dan rakyat jelata yang terhina karena kesengsaraan dan kesempitan, penguasa lalim yang mabuk dengan kediktatorannya dan rakyat jelata yang hina oleh cengkaraman perbudakan.
Bangsa Arab pada saat itu lebih dekat kepada keadilan di antara individu dan mempunyai kelebihan kepandaian dan sifat-sifat terpuji baik yang diwarisi secara turun temurun ataupun yang merupakan hasil usaha mereka, seperti menghormat tamu, membantu orang yang lemah, berkemauan keras, kedermawanan, belas kasih, membela orang yang meminta perlindungan, hormat kepada tetangga, dimana pada saat itu bangsa-bangsa lain tenggelam dalam egoisme, keluhan akan beratnya beban pajak dan upeti yang menjadi beban.
Bangsa Arab pada saat itu telah mencapai puncak kesempurnaan kefasihan dan retorika bahasa sehingga menjadikan mereka siap menerima pengaruh dan terpengaruh dengan argumen-argumen rasional dan nilai-nilai seruan, dan siap mengungkapkan semua ilmu-ilmu ketuhanan, ilmu-ilmu syar’i, ilmu yang berdasarkan akal sehat dan ilmu-ilmu kauni, dimana bangsa-bangsa lain pada saat itu tercerai-berai dari ikatan kesatuannya karena panatisme kepercayaan dan kelompok serta permusuhan antar etnik.
Kelebihan yang paling menonjol yang dimiliki bangsa Arab pada saat itu ialah kesucian fithrah, sekalipun bangsa-bangsa lain lebih tinggi peradaban dan teknologinya.
Sementara, perbaikan (baca: al-ishlah) Islam didasarkan pada lebih mengutamakan jiwa dengan memerdekakan akal dan kehendak serta perbaikan moral daripada perbaikan lahiriah. Dengan demikian, Allah telah mempersiapkan bangsa Arab untuk ishlah total yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam.
Kemuliaan nasab: Nasab Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam merupakan nasab yang paling mulia lagi paling jelas. Allah berfirman:
إِنَّ الله اصطفى آدَمَ وَنُوحًا وَءالَ إِبْرَاهِيمَ وَءَالَ عِمْرَانَ عَلَى العالمين
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat” (Ali ‘Imran: 33).
Jadi, Allah telah memilih mereka dimana kenabian dan hidayah dianugerahkan kepada mereka, dan Allah memilih suku Quraisy dari Kinanah, dan dari suku Quraisy Allah memilih Bani Hasyim, dan dari Bani Hasym itu Allah memilih Sayyid waladi Adam yaitu, Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Maka dari itu keluarga Ismail merupakan manusia paling utama dan keluarga Ishaq merupakan umat pertengahan yang paling utama.
Adapun tentang jatuhnya pilihan Allah subhanahu wata'aala kepada suku Quraisy itu karena Allah telah mengaruniai mereka beberapa keutaman terutama setalah mereka menjadi penduduk kota Mekkah dan mengelola Masjidil Haram, apalagi mereka merupakan keturunan yang paling jelas dari Nabi Ismail, mempunyai kedudukan paling tinggi, budi perketi paling luhur dan bahasa yang paling fasih. Maka dengan demikian, mereka mempunyai kesi-apan untuk menyatukan bangsa.
Adapun tentang jatuhnya pilihan Allah kepada Bani Hasyim, itu disebabkan mereka mempunyai kelebihan dan sifat-sifat terpuji. Mereka segera mengadakan ishlah (perbaikan) dikala terjadi fitnah dan mereka sangat baik kepada orang fakir-miskin dan anak yatim. Dan sesungguhnya julukan Hasyim (orang yang suka membagi-bagikan sesuatu) yang diberikan kepada ‘Amru bin Abdimanaf, karena dia merupakan orang pertama yang membagi-bagikan tsarid (makanan lezat khas Arab) kepada orang-orang yang ditimpa musibah musim kering. Dia selalu memberikan kecukupan pangan (tsarid) setiap tahun kepada mereka yang tertimpa musibah musim kering. Tempat hidangan makanannya selalu tersedia dan tidak pernah ditutup baik pada waktu lapang maupun waktu sempit. Ditambah lagi dengan anaknya, Abdul Muththalib kakek Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Dia adalah orang yang suka memberi makan binatang liar dan burung-burung, dan juga merupakan orang pertama yang beribadah di dalam gua Hira’, dan konon diriwayatkan bahwa dia telah mengharamkan minuman keras (khamar) terhadap dirinya.
Singkatnya, keluarga Nabi shallallahu ‘alahi wasallam itu mempunyai kelebihan akhlaq mulia dan kegiatan-kegiatan sosial terpuji dan keutaman spiritual atas segenap kaumnya. Dari Bani Hasyim inilah Allah memilih Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam (sebagai utusan-Nya). Maka dengan demikian Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam merupakan anak keturunan Adam yang terbaik dan merupakan tokohnya.
Nabi telah mencapai pada puncak kesempurnaan akhlaq mulia: Sesungguhnya Allah subhanahu wata'aala telah menganugerahkan karakter mulia dan sifat-sifat terpuji kepada Nabi Muhammad. Sebelum ia diangkat menjadi nabi adalah ia merupakan sosok manusia paling mulia di tengah-tengah kaumnya, bahkan merupakan manusia yang paling bersih jiwanya, paling suci fitrahnya dan paling tinggi budi pekertinya.
Beliau dibesarkan dalam keadaan yatim yang terhormat, tumbuh dalam keadaan faqir yang suci, kemudian menikah dengan penuh rasa cinta dan tulus kepada istrinya.
Beliau, juga ayahnya belum pernah satu kalipun memangku jabatan dalam urusan keagamaan maupun keduniaan suku Quraisy, dan Nabi juga tidak pernah menyembah sembahan mereka, tidak pernah menghadiri pertemuan dan perkumpulan-perkumpulan mereka, bahkan tidak ada ucapan atau perbuatan Nabi yang mengindikasikan bahwa beliau cinta kekuasaan atau berusaha untuk merebutnya.
Dia dikenal dengan konsisten dalam kejujuran, amanah, keluhuran etika. Oleh karenanya ia mempunyai kedudukan paling tinggi sebelum kenabian sehingga mereka menggelarinya dengan “al-amin” (yang terpercaya).
Dan dalam kondisi seperti itulah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam berada hingga dewasa, semua potensi kebaikan menjadi sempurna pada kepribadiannya yang suci, tak ada sedikitpun sifat tama’ kepada harta benda, popularitas maupun kekuasaan, hingga datang kepadanya wahyu dari Rabb semesta alam, sebagaimana akan kami jelaskan nanti.
Sebagai seorang buta huruf tidak mengetahui baca-tulis. Ini merupakan bagian terbesar dari ciri dan bukti-bukti bagi kebenaran kenabiannya. Laki-laki buta huruf yang tidak dapat membaca kitab, tidak pula bisa menulis dan tidak pernah membaca sya’ir dan puisi, yang dibesarkan di tengah-tengah ummat yang buta huruf pula ini datang dengan da’wah yang agung, syari’at samawi yang adil yang mengikis habis kekacauan sosial, dan memberikan jaminan kebahagiaan kemanusiaan abadi bagi pemeluknya, membebaskan mereka dari belenggu penyembahan kepada selain Rabb (Tuhan) mereka.
Semua itu merupakan persiapan kenabiannya dan bagian dari tanda-tanda kebenarannya.



SEKILAS TENTANG NASAB DAN KEHIDUPAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Dia adalah Muhammad putra Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Hakim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Al-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Iyas bin Mudhar bin Nazar bin Ma’di bin ‘Adnan dari suku Arab, sedang suku Arab adalah anak-cucu Nabi Ismail putra Ibrahim ’alaihis salam.
Ibunya adalah (Siti) Aminah putri Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah, sedangkan Zuhrah adalah saudara kandung kakek Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, Abdullah ayah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam menikah dengannya dan tinggal di rumah keluarga istri selama tiga hari, dan tidak lama kemudian ia hamil dan tidak merasakan beban dan tidak mengidam sama sekali semasa hamil sebagaimana biasanya wanita-wanita yang berbadan sehat.
Ketika sang ibu mengandungnya pernah bermimpi sebagaimana kita singgung di muka.
Nabi dilahirkan oleh ibunya dalam bentuk yang sempurna, tampan dan berbadan sehat. Ia dilahirkan pada tahun gajah bertepatan dengan tahun 571 Masehi.
Ayahnya meninggal dunia disaat Nabi masih di dalam kandungan ibunya. Kemudian ia dipelihara oleh kakeknya Abdul Muththalib dan sempat disusui oleh ibunya selama tiga hari, lalu kakeknya menyusukannya kepada seorang wanita bernama Halimah al-Sa’diyah.
Sudah menjadi tradisi bangsa Arab menyusukan anak-anak mereka kepada wanita-wanita di perkampungan, dimana faktor-faktor yang mendorong pertum-buhan badan yang sehat terpenuhi di sana.
Halimah al-Sa’diyah pernah menyaksikan suatu keajaiban yang terjadi pada bayi manis ini, di antaranya ialah: Sesungguhnya Halimah datang ke kota Mekkah bersama suaminya dengan menunggangi seekor keledai kurus yang jalannya sangat lambat. Dan sekembalinya dari Mekkah Halimah meletakkan bayi (Muhammad) di pangkuannya sedangkan keledai berjalan dengan sangat cepat hingga meninggalkan binatang-binatang tunggangan lainnya di belakang, yang membuat setiap orang yang melintasi jalan tersebut keheran-heranan.
Halimah menceritakan bahwa payudaranya tidak dapat mengeluarkan air susu dan membuat bayinya selalu menangis kelaparan. Tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam menetek padanya air susu keluar dengan deras hingga dapat menyusui anak kandungannya sendiri dan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam hingga keduanya kenyang.
Halimah juga menjelaskan tentang tandusnya tanah di perkampungannya, yaitu qabilah Bani Sa’ad. Namun setelah ia mendapat kehormatan menyusui bayi tersebut tanah di perkampungannya berubah menjadi subur dan banyak menghasilkan ternak dan kondisi berubah menjadi lapang dan penuh kemudahan setelah sebelumnya diselimuti oleh kesulitan dan kefakiran.
Setelah dua tahun kemudian Halimah membawa-nya kembali kepada ibu dan kakeknya di Mekkah, akan tetapi Halimah bersikeras meminta kepada ibu si kecil (Nabi) agar ia tetap bersamanya untuk kedua kalinya, karena merasakan berkah dari keberadaan si kecil bersamanya. Siti Aminah pun akhirnya menyetujui permintaan Halimah. Halimah kembali ke kampung halamannya dengan si kecil itu dengan penuh riang gembira.
Setelah dua tahun berikutnya Halimah mengembalikan si anak kepada ibunya di Mekkah. Pada saat itu usianya sudah empat tahun. Maka Nabi shallallahu ‘alahi wasallam diasuh oleh ibu kandungnya sendiri hingga sang ibu tercinta wafat pada saat Nabi baru berusia enam tahun.
Kemudian Nabi diasuh oleh kakeknya Abdul Muththalib selama dua tahun, lalu sang kakek wafat. Dan menjelang kematiannya kakek berwasiat kepada anaknya Abu Thalib (paman Nabi shallallahu ‘alahi wasallam) agar mengasuh keponakan. Maka Abu Thalib pun mencurahkan perhatian kepadanya sebagaimana perhatiannya kepada keluarga dan anak-anaknya sendiri. Akan tetapi karena kefakirannya, ia hidup dalam kesederhanaan. Maka Nabi shallallahu ‘alahi wasallam belum pernah merasakan nikmatnya kemewahan. Barangkali itu semua merupakan perhatian (inayah) dari Allah shallallahu ‘alahi wasallam kepada Nabi mulia ini.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam telah terbiasa menggembala kambing bersama saudara-saudaranya sesusuan tatkala berada di perkampungan Bani Sa’ad. Maka dari itu ketika berada di Mekkah ia mengembala kambing milik penduduk kota Mekkah dan dari upah mengembala ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari hingga tidak terlalu membebani pamannya dalam menafkahinya.
Kemudian ia pergi dalam perniagaan bersama pamannya ke negeri Syam pada saat usianya baru 12 tahun lebih 2 bulan 10 hari. Di sanalah Buhaira (seorang pendeta) melihatnya lalu memberikan khabar gembira kepada pamannya Abu Thalib dan menyuruhnya waspada akan penganiayaan orang-orang Yahudi terhadapnya setelah ia melihat tanda cap kenabian di antara dua pundaknya.
Kemudian untuk kedua kalinya Nabi pergi ke Syam untuk memperdagangkan harta benda Khadijah putri Khuwailid. Khadijah memberinya upah yang lebih dari yang biasa diberikan kepada orang lain, karena perniagaan itu membawa keuntungan yang berlipat lipat, bahkan datang dengan kebahagiaan dunia dan akhirat. Khadijah adalah sosok wanita tercerdas lagi paling sempurna pada suku Quraisy, hingga di masa jahiliyah ia dijuluki “al-Thahirah” (wanita suci), karena kehormatan, harga diri dan keutamaan-keutamaan lahiriah yang tampak pada kepribadiannya.
Tatkala pembantunya Maisarah bercerita kepadanya tentang akhlaq mulia dan kepribadian luhur Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang perhatikan disaat kepergiannya bersama Nabi shallallahu ‘alahi wasallam ke Syam dan tentang apa yang dikatakan oleh Buhaira (pendeta) kepada pamannya Abu Thalib pada kepergian pertamanya ke negeri Syam, maka Khadijah tertarik kepada Nabi dan berharap jika ia menjadi pendamping hidupnya. Khadijah adalah seorang janda yang ditinggalkan mati suaminya. Tak lama kemudian, pernikahan antara keduanya pun terlaksana. Nabi pada saat itu berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah mendekati 40 tahun.
Nabi tidak pernah menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup dan tidak ada yang lebih ia cintai seperti cintanya kepada Khadijah. Khadijah wafat sepuluh tahun sesudah kenabian Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam . Nabi selalu mengenangnya, bersedekah atas namanya dan memberikan hadiah kepada teman-teman akrab Khadijah. Dia istri yang darinya Nabi dikaruniai seluruh anak-anaknya selain Ibrahim, karena Ibarahim adalah anak dari istrinya Mariyah al-Qibthiyah.
Demikianlah sekilas tentang sejarah hidup beliau sebelum diangkat menjadi Nabi dan sebelum menerima wahyu.



PERMULAAN WAHYU DITURUNKAN
Setelah Nabi sampai pada usia matang, mendekati usia ke-40 tahun; dan tatkala kekuatan intelektual dan jasmaninya telah sempurna, maka beliau menerima wahyu yang dimulai dengan mimpi-mimpi baik (shalih). Setiap kali bermimpi baik, mimpi itu tampak seperti fajar subuh dengan sempurna sebagaimana ia lihat di dalam mimpinya.
Setelah itu ia senang menyendiri dan itu ia lakukan di dalam gua Hira di Mekkah; di sana ia beribadah kepada Allah selama beberapa malam, lalu kembali kepada istrinya Khadijah dan kembali ke gua dengan perbekalan makanan dan minuman. Hal ini terus belanjut beberapa waktu hingga datang kepadanya al-haq (kebenaran) dengan turunnya al-Qur’an kepadanya pada bulan Ramadhan, yaitu dengan datangnya Jibril kepadanya. Lalu Jibril mentalqinkan (membacakan) wahyu pertama yang diturunkan, seraya berkata: “Iqra” (Bacalah!). Maka Nabi menjawab: “Aku tidak dapat membaca!”. Lalu Jibril berkata kepadanya: “Iqra” (Bacalah!). Maka nabi menjawab: “Aku tidak dapat membaca!”. Jibril berkata lagi: “Iqra” (Bacalah!). Nabi pun menjawab: “Aku tidak dapat membaca”. Setiap kali Nabi menjawab Jibril merangkul dan memeluk Nabi sekuat-kuatnya hingga beliau merasa lesu.
Setelah Jibril melepasnya pada jawaban ketiga dibacakanlah kepadanya ayat pertama yang diturunkan dari ayat-ayat al-Qur’an, yaitu:
اقرأ باسم رَبِّكَ الذى خَلَقَ . خَلَقَ الإنسان مِنْ عَلَقٍ . اقرأ وَرَبُّكَ الأكرم . الذى عَلَّمَ بالقلم . عَلَّمَ الإنسان مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”.
Dengan beberapa ayat suci yang memerintah supaya belajar ini, dan yang menjelaskan awal penciptaan manusia dimulailah penurunan wahyu kepada Nabi subhanahu wata'aala. Setelah itu Nabi pulang menuju istrinya Khadijah dengan hati bergetar, namun tetap dalam keadaan sadar sambil berkata: “Zammiluni. Zammiluni”. Maksudnya selimutilah aku dengan kain. Mereka pun melakukannya, hingga setelah rasa takut hilang Nabi pun menceritakan apa yang telah terjadi kepada Khadijah. Dan beliau berkata: “Sungguh, aku khawatir akan diriku”.
Khadijah radhiyallahu 'anha pun menjawab: “Tidak! Demi Allah, engkau tidak akan dihinakan oleh Allah, karena engkau suka bersilaturrahmi, membantu orang-orang yang lemah, membelanjai orang yang tak berdaya, engkau memperkuat orang yang lemah dan selalu membela sendi-sendi kebenaran”.
Demikanlah wanita cerdas ini berargumen bahwa orang yang mempunyai kepribadian mulia seperti itu (suaminya) dalam mencintai kebaikan bagi orang lain, niscaya Allah tidak akan membiarkannya begitu saja, sebab sunnatullah tetap berlaku bahwa sesungguhnya balasan itu sejenis dengan perbuatan.
Kemudian Khadijah membawa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam kepada sepupunya Waraqah bin Naufal. Dia adalah seorang yang telah beragama Nasrani di masa Jahiliyah. Dia sedang menulis kitab Injil dengan bahasa Ibrani. Pada saat itu ia sudah lanjut usia dan sudah tidak dapat melihat. Khadijah berkata kepadanya: Dengarkanlah apa yang akan dikatakan oleh Muhammad. Lalu Waraqah bertanya: “Wahai anak saudaraku, apa yang kamu lihat? Kemudian Nabi shallallahu ‘alahi wasallam memberitakan kepadanya apa yang telah ia lihat. Setelah itu Waraqah berkata: “Inilah Namus yang pernah diturunkan kepada Nabi Musa; Aduhai, sungguh kiranya aku masih muda; aduhai, sekiranya aku masih hidup disaat engkau diusir oleh kaummu”. Lalu Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bertanya: “Apakah mereka pasti mengusirku?” Waraqah menjawab: Ya, karena tidak seorangpun yang datang dengan ajaran yang engkau bawa melainkan ia dimusuhi, dan jika kelak aku masih hidup niscaya aku akan membelamu dengan pembelaan yang sesungguh-nya. Tak berapa lama kemudian Waraqah wafat dan wahyu pun sementara waktu tidak turun (terhenti).
Masa terhentinya wahyu berlangsung selama tiga tahun, dimana pada saat itu kesiapan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam menjadi mantap dan kerinduan kepada wahyu makin membara. Beliau bersabda: “Disaat aku sedang berjalan-jalan aku dengar suara dari langit, maka akupun melihat ke atas, ternyata ada malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hira”.
Disebutkan bahwasanya beliau merasa takut akan tetapi tidak seperti rasa takut yang pertama. Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam kembali ke rumah kemudian berselimut. Maka diturunkan kepadanya firman Allah subhanahu wata'aala :
ياأيها المدثر . قُمْ فَأَنْذِرْ . وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ . وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ . والرجز فاهجر
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. (Al-Muddatsir: 1-5).
Maksudnya: Wahai orang yang berselimut dengan pakaiannya, bangunlah, lalu berikanlah peringatan kepada manusia dengan Al-Qur’an, dan sampaikanlah kepada mereka seruan Allah, dan sucikanlah pakaian dan perbuatanmu dari noda-noda kesyirikan, dan jauhilah berhala, serta berlepas dirilah dari para penyembahnya.
Semenjak itu wahyu turun secara berkesinambungan, dan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam pun menyampaikan seruan Rabb-nya kepada semua manusia, karena Dia telah memerintahkan dan mewahyukan kepadanya agar menyeru manusia kepada peribadatan kepada Allah semata dan kepada agama Islam yang diridhai-Nya, yang dengannya Dia menutup semua agama. Semenjak itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam bangkit berda’wah mengajak manusia ke jalan Tuhannya dengan hikmah, nasihat yang baik dan berdebat dengan cara yang baik pula.
Orang pertama yang menerima seruan dan da’wahnya ialah: Khadijah, dari kaum wanita, dan Abu Bakar, dari orang dewasa, dan Ali bin Abi Thalib, dari anak-anak. Kemudian makin banyak orang masuk (memeluk) Islam, maka gangguan orang-orang Quraisy pun makin dahsyat dan mereka mengusirnya dari Mekkah dan menyiksa para shahabatnya dengan seperih-perihnya. Maka beliau berhijrah ke Madinah dan wahyu pun terus secara berangsur-angsur diturunkan. Beliau terus berda’wah, berjihad dan melancarkan futuhat (penaklukan-penaklukan), hingga akhirnya kembali ke Mekkah dengan kemenangan.
Sesudah itu Allah menyempurnakan agama dan menghibur jiwanya dengan kemuliaan Islam dan kemenangan kaum muslimin. Kemudian belaiu wafat dalam usia 63 tahun, 40 tahun di antaranya sebelum menjadi nabi dan 23 tahun berikutnya sebagai nabi dan rasul
Dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam Allah menutup semua risalah samawi dan Dia wajibkan kepada jin dan manusia untuk menta’atinya. Maka barangsiapa ta’at kepadanya maka bahagia di dunia dan di akhirat masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepadanya, maka sengsara di dunia dan di akhirat kelak masuk neraka.
Setalah Nabi wafat, para sahabat menelusuri langkahnya, mereka sampaikan da’wah Islam, mereka taklukan berbagai negeri dengan Islam dan mereka sebar luaskan agama yang haq hingga sampai pada masa kita sekarang.
Agama yang diajarkan oleh Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam tetap utuh hingga hari Kiamat. Sebab apa yang harus kita katakan tentang seorang buta baca tulis yang hidup di tengah-tengah kaum yang buta tulis pula, bangkit dengan reformasi (ishlah) yang dapat merubah sejarah umat manusia, dalam bidang hukum (syari’at) dan politik serta seluruh aspek kehidupan dunia dan agama? Agama ini meluas bersama bahasanya hanya dalam satu abad dari negeri Hijaz sampai akhir perbatasan Eropa dan Afrika pada bagian barat dan hingga perbatasan Cina pada bagian timur. Semua bangsa dan negara tunduk kepadanya; jiwa dan ruh pun segera menerimanya. Setiap penaklukan yang ia lakukan selalu diikuti oleh peradaban dan kebudayaan, keadilan dan kasih sayang, ilmu pengetahuan akal dan alam. Semua itu dilakukan oleh suatu ummat yang baru saja mengenal baca tulis, suatu umat yang disucikan oleh Al-Qur’an dan diajarkan kepadanya bahwa sesungguh perbaikan (islah) manusia itu selalu dibarengi dengan perbaikan alam sekitar. Apakah mungkin hal ini akan terjadi kalau bukan dengan wahyu yang datang dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui…… dengan dukungan samawi yang langsung dari Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa dan Maha Pengasih??



SEBAGIAN DARI AKHLAQ RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam adalah manusia yang paling mulia akhlaknya paling luhur budi pekertinya. Semua itu telah ia miliki sewaktu masih dalam zaman jahiliyah, sebelum masa kenabian. Lalu bagaimana dengan akhlaq dan budi pekertinya sesudah diangkat menjadi nabi? Allah telah berfirman kepadanya dengan ungkapan: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak mulia (agung)”.
Nabi telah dibimbing oleh Allah dengan sebaik-baik bimbingan, dididik dengan sebaik-baik pendidikan. Oleh karenanya akhlak dan budi pekerti beliau adalah Al-Qur’an yang suci, ia berakhlaq dan berprilaku perilaku dan akhlak Al-Qur’an dan membangun manusia dengan Al-Qur’an pula. Di antara akhlak beliau adalah bahwasanya ia merupakan manusia paling penyantun, paling adil, paling suci kehormatan dirinya dan paling pemurah (dermawan).
Beliau biasa menyambung tali alas kaki, menjahit pakaian yang robek, membantu keluarganya di rumah, bersama keluarganya memotong daging. Dia adalah sosok manusia yang paling pemalu, tidak mampu menetapkan pandangan pada wajah seseorang.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam selalu memenuhi undangan (ajakan) siapapun juga, ia menerima hadiah sekalipun bernilai kecil dan membalasnya; ia marah hanya karena Allah dan tidak pernah marah karena membela dirinya. Kadang-kadang beliau kelaparan hingga mengikat batu di perutnya dengan kain. Kadang ia makan apa yang ada dan tidak menolak yang ia dapat dan tidak pernah mencaci makanan. Jika ia hanya menemukan sebiji kurma ia makan dan jika menemukan sepotong daging panggangpun ia makan pula; jika ditemukannya hanya sepotong roti ia makan dan begitu pula jika hanya menemukan manisan. Bahkan sekalipun hanya seteguk susu tanpa roti beliau memakannya.
Beliau suka menjenguk orang sakit dan menghadiri jenazah; dan beliau berjalan sendirian tanpa pengawal di hadapan musuh-musuhnya.
Dia adalah sosok manusia yang paling merendahkan hati (tawadhu’), yang paling tenang tanpa sedikitpun ada rasa sombong, paling bagus tutur katanya tanpa dibuat-buat dan paling baik prilakunya, ia tidak takut kepada apapun dalam menghadapi urusan dunia.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam memakai pakaian apa adanya, kadang ia memakai syamlah (kain yang dapat menyelimuti tubuh)dan kadang jubbah dari kain wol. Pakaian apa saja yang boleh dipakai yang beliau dapatkan, ia pakai.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam mengendarai binatang seadanya, kadang kuda, kadang unta, kadang bighal (peranakan keledai dengan kuda), keledai kelabu betina, kadang keledai jantan dan kadang berjalan dengan kaki telanjang.
Dia juga bergaul dengan para fakir miskin, makan bersama mereka dan menghormati orang yang mulia akhlaqnya dan mendekati para kaum bangsawan untuk mengajak mereka berbuat kebajikan kepada orang-orang lemah. Nabi shallallahu ‘alahi wasallam juga selalu menjalin hubungan silaturrahmi tanpa mendahulukan siapa yang lebih mulia di antara sesama mereka.
Nabi tidak pernah bersikap acuh kepada seseorangpun, ia menerima alasan orang yang meminta ma’af, dan ia juga bercanda tetapi tidak pernah mengatakan kecuali yang haq; tertawa dengan tidak terbahak-bahak; berlomba dengan istrinya; kadang suara nyaring mengganggunya tetapi ia sabar.
Tidak ada waktu berlalu tanpa beramal kepada Allah subhanahu wata'aala atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan untuk kepentingan dirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam tidak pernah menghina orang miskin karena kemiskinan dan keluh kesahnya, dan tidak takut kepada raja karena kerajaannya. Semua didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dengan dakwah yang sama. Kemuliaan kepribadian dan kesempurnaan sikap telah dianugerahkan oleh Allah kepada beliau, padahal dia adalah seorang yang buta baca-tulis.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam dibesarkan di negeri fakir dan padang pasir dengan segala ketandusannya, dan dibesarkan dalam menggembala domba sebagai seorang anak yatim tidak punya ayah. Lalu Allah subhanahu wata'aala mengajarkan kepadanya seluruh budi pekerti luhur dan jalan-jalan yang terpuji, khabar tentang orang-orang yang telah lalu dan orang-orang yang akan datang kemudian dan apa saja yang mengandung keselamatan dan kemenangan di akhirat, bahagia dan selamat di dunia.
Tidak seorang yang datang kepadanya melainkan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam turut memecahkan permasalahannya; Nabi tidak pernah berucap kasar dan tidak pula bersikap keras dan tidak pula berteriak-teriak di pasar; dan tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi memaafkan dan berlapang dada.
Di antara akhlak beliau juga ialah memberi salam kepada orang yang dijumpainya, dan setiap orang yang menemuinya untuk suatu keperluan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tetap sabar menemaninya hingga tamunya itu yang terlebih dahulu pulang.
Siapa saja yang memegang tangannya, Nabi tidak melepasnya sehingga orang itu yang melepasnya terlebih dahulu.
Apabila Nabi shallallahu ‘alahi wasallam berjumpa salah seorang dari sahabatnya, maka ia yang berjabat tangan terlebih dahulu, lalu memegang tangan sahabat tersebut dengan erat.
Duduknya lebih banyak dengan menegakkan kedua betisnya dengan kedua tangan memegang, dan tidak ada tempat duduk tertentu bagi Nabi shallallahu ‘alahi wasallam di majlis-majlisnya bersama para sahabatnya, karena Nabi shallallahu ‘alahi wasallam duduk di tempat mana saja yang masih kosong dari majlis tersebut.
Dan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tidak pernah meluruskan kakinya (di waktu duduk) di hadapan para sahabatnya hingga mempersempit terhadap seseorang, kecuali jika majlis (tempat duduk bersama) itu luas dan tidak sempit.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam sangat menghormati orang yang menjum-painya hingga kadang menghamparkan kainnya lalu duduk bersama dengannya di atas kain tersebut. Bahkan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam memberikan bantal yang beliau pakai kepada tamunya, hingga jika tamu itu menolak, Nabi tetap memaksanya sampai menerima.
Setiap orang yang dijumpainya, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam merasa bahwa orang itu lebih mulia daripada dirinya; dan siapa saja orang yang duduk bersama Nabi shallallahu ‘alahi wasallam pasti mendapat perhatian penuh dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, dan pasti mendapat kelembutan tutur kata dan bimbingannya. Sekalipun demikian, majlis Nabi shallallahu ‘alahi wasallam adalah majlis yang penuh dengan rasa malu dan rendah hati serta penuh amanah.
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam selalu memanggil para shahabatnya dengan nama panggilan mereka (kunyah) sebagai rasa hormatnya kepada mereka dan supaya mereka merasa tertarik. Dan Nabi seringkali memberikan nama panggilan (kunyah) kepada orang yang belum mem-punyai nama panggilan. Dan Nabi juga suka memberi nama panggilan kepada wanita-wanita yang sudah punya anak dan juga kepada yang belum mempunyai anak, dan Nabi yang memulai memanggil mereka dengan nama panggilan (kun-yah); beliau juga memberi kun-yah (nama panggilan) kepada anak-anak, hingga mereka merasa senang.
Beliau adalah orang yang paling susah marah dan paling mudah rela (ridha); beliau adalah manusia yang sayang paling belas kasih kepada orang lain dan paling baik terhadap mereka serta paling berguna bagi mereka.
Dia lebih menyukai kemudahan dan tidak menyukai kesulitan, dan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam tidak bertutur kata kepada orang lain dengan kata yang tidak menyenangkan. Siapa saja yang menjumpai Nabi dan ia belum mengenalnya, maka orang itu merasakan kewibawaan beliau, dan siapa saja yang bergaul dengan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam setelah mengenalnya pasti orang itu mencintainya.
Demikianlah sebagian dari akhlak dan kepribadian Nabi shallallahu ‘alahi wasallam.