Selasa, 16 Maret 2010

Terorisme 8

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Senin, 7 Februari 2005 10:35:22 WIB

HUKUM MENJULUKI ORANG-ORANG MULTAZIM DENGAN SEBUTAN FUNDAMENTALIS ATAU TERORIS
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Pada masa ini telah santer julukan buat kaum muslimin yang berkomitmen terhadap agama dengan beragam julukan seperti kaum fundamentalis, teroris, orang-orang yang memiliki pemikiran yang picik, dan semisal itu, bagaimana pendapat syaikh mengenai hal ini ?

Jawaban.
Menurut pendapat saya, tidak aneh bila para pelaku keburukan menjuluki para pelaku kebaikan dengan berbagai julukan jelek yang mereka hembuskan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman di dalam surat Al-Muthafifin.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan ; ‘Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat” [Al-Muthafifin : 29-32]

Dan tidak ada yang terselubung bagi orang yang membaca Al-Qur’an julukan yang diberikan oleh musuh-musuh para Rasul terhadap rasul-rasul mereka berupa julukan-julukan yang jelek. Allah berfirman.

“Artinya : Demikianlah tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan , “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila” [Adz-Dariyat : 52]

Semua orang-orang kafir yang para rasul diutus kepada mereka menjuluki para Rasul mereka tersebut dengan julukan tukang sihir dan orang gila. Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sendiri sebagaimana yang telah kita maklumi mengalami hal itu dari orang-orang Kafir Quraisy dan selain mereka. Mereka mengatakan, “tukang sihir”, “pendusta”, “orang gila” dan penyair”. Semua ini dimaksudkan agar orang-orang lari dari beliau dan manhaj yang beliau bawa.

Oleh karena itu, tidaklah merupakan hal yang aneh lagi bila mereka-mereka yang jauh dari Islam tersebut memberikan julukan yang beragam ini kepada siapa saja yang berpegang teguh kepada Islam seperti berpikiran picik, ekstrim dan semisalnya.

Adapun terhadap mereka yang mengatakan, “mereka itu adalah kaum fundamentalis”, sebenarnya tujuannya adalah untuk tidak melabelkan Islam kepada mereka karena Islam itu pada dasarnya dicintai oleh jiwa, sementara yang mereka maksud (tujuan asalnya) adalah terhadap kaum fundamentalis itu. Sekalipun demikian, kita tegaskan ; jika orang yang berpegang teguh dengan Islam itu adalah seorang fundamentalis, maka kamilah kaum fundamentalis itu.

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1338&bagian=0

Terorisme 7

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Kamis, 3 Februari 2005 17:02:18 WIB

HUKUM MENJULUKI ORANG-ORANG MULTAZIM DENGAN SEBUTAN FUNDAMENTALIS ATAU TERORIS
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2

Pertanyaan.Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah Istilah “Fundamentalis” merupakan celaan terhadap orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam ?

Jawaban.
Di antara hal yang perlu dicermati pada tahun ini secara khusus adalah bahwa banyak sekali kantor-kantor berita dunia yang melayani program-program musuh-musuh Islam dan tunduk dibawah pengendalian pusat-pusat kontrol Nahsrani dan Free Mansonry yang dirancang dengan cara yang licik untuk mempengaruhi dunia secara keseluruhan melawan apa yang mereka namakan Kaum Fundamentalis padahal tujuan mereka adalah untuk mencela dan melecehkan kaum muslimin yang berpegang teguh kepada Islam di atas prinsip-prinsip yang benar, yang menolak mengikuti hawa nafsu dan diadakannya pendekatan antara berbagai kebudayaan dan agama-agama yang batil.

Sebagian insan-insan pers dari kalangan kaum muslimin masuk ke dalam perangkap musuh ini sehingga mereka mulai pula mentransformasikan berita-berita yang berisi hujatan terhadap Islam dan mengeksposnya karena ketidaktahuan mereka terhadap niat orang-orang yang berkepentingan dengannya atau memang ada tujuan-tujuan tertentu di dalam diri mereka. Dengan tindakan mereka ini berarti mereka telah menjadi kaki tangan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin padahal seharusnya mereka itu mengemban kewajiban mengcounter program musuh-musuh Islam tersebut dan mementahkan tipu daya mereka dengan menjelaskan pentingnya ikatan emosionlal religius dan persaudaraan Islam di antara sesama umat Islam.

Sesungguhnya, kesalahan individu yang tidak seorangpun bisa luput darinya hendaknya tidak menjadi alasan untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin serta menceraiberaikan mereka.

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1332&bagian=0

Terorisme 6

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Rabu, 6 Oktober 2004 07:00:55 WIB

HUKUM PENGKAFIRAN DAN PEMBOMAN
Oleh
Haiah Kibarul Ulama Saudi Arabia
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2

Allah juga telah menjanjikan adzab yang pedih bagi siapa saja yang membunuh nyawa yang tidak berdosa, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang hak orang-orang mukmin.

"Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, keka ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya" [An-Nisa : 93]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman tentang orang-orang kafir –yang memiliki perjanjian perlindungan dalam hukum pemubunuhan tidak disengaja-

"Artinya : Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin" [An-Nisa : 92]

Dan jika membunuh seorang kafir yang memiliki perlindungan terhadap kemanannya saja dikenakan diyat dan kafarat, bagaimana jika ia (kafir) dibunuh secara sengaja ? Jika demikian tindakan tersebut lebih parah dan dosanya lebih besar.

Dan telah shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang membunuh orang yang dalam perjanjian maka ia tidak akan mencium bau surga" [Muttafaq 'alaihi dari Abdullah bin Amr] [7]

Ketiga.
Bahwasanya setelah Majelis Kibarul Ulama menjelaskan hukum mengkafirkan manusia tanpa didasari oleh petunjuk dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya serta bahaya memutlakkan hal tersebut sehingga menimbulkan pengaruh yang buruk, maka diumumkan kepada dunia bahwasanya Islam berlepas diri dari orang yang berkeyakinan salah seperti ini, dan hal-hal yang terjadi di beberapa negeri seperti pertumpahan darah orang tak berdosa, peledakan perumahan dan kendaraan serta bangunan-bangunan milik sawasta maupun pemerintah dan penghancuran gedung-gedung merupakan tindakan kriminalitas dan Islam berlepas darinya.

Begitulah sikap seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari Akhir yaitu berlepas diri darinya. Sesungguhnya tindakan tersebut datang dari orang yang memiliki pemikiran menyimpang serta aqidah yang sesat. Ia memikul dosa dan kejahatannya sendiri, dan tidak dipandang perbuatannya oleh Islam dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuk Islam berpegang teguh kepada Kitabullah dan As-Sunnah serta berpegang kepada tali Allah yang kokoh. Perbuatan tersebut murni tindakan kriminalitas yang ditolak oleh syari'at dan fitrah. Oleh sebab itu nash syariat telah mengharamkannnya sebagai peringatan dari berkawan dengan pelaku tindakan tersebut.

"Artinya : Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu) ia berjlalan di bumi untuk mengdakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dam binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan padanya , dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan" [Al-Baqarah : 204-206]

Wajib bagi setiap muslimin di mana saja berada untuk saling menasehati dalam kebenaran, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dan berdebat dengan cara yang paling baik, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya [Al-Maidah : 2]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" [At-Taubah : 71]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran" [Al-Ashr : 1-3]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Agama itu nasehat" (tiga kali), dikatakan : bagi saiapa, Ya Rasulullah ? Ia bersabda : "Bagi Allah, kitabNya, Rasul-RasulNya, pemimpin kaum muslimin dan manusia secara umum" [Telah lewat Takhrijnya]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, mengasihi, dan saling menyayangi, bagaikan satu tubuh apabila adal satu bagian tubuh yang sakit maka akan menjalar kebagian tubuh yang lain sehingga turut tidak bisa tidur dan merasa demam" [8]

Ayat-ayat dan hadits-hadits –yang bermakna seperti ini- banyak sekali.

Kita memohon kepada Allah dengan namaNya yang indah dan sifatNya yang tinggi, agar Dia mengangkat bencana dari kaum muslimin, membeerikan petunjuk kepada para pemimpin yang padanya kebaikan penduduk dan negeri, serta menumpas kerusakan beserta pelakunya, dan semoga Allah menjadikan para pemimpin sebagai penolong agamaNya, meningggikan kalimatNya dan semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin –seluruhnya- di setiap tempat dan semoga Allah menjadikan mereka penolong kebenaran.

Sesungguhnya Allah pemilik yang demikian itu serta berkuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.


[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]
_________
Foote Note
[7] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Jizyah, bab Itsmun Man Qatala Muahidan Bighairi Jarmin, hadits no. 3166, saya tidak mendapat dalam shahih Muslim.
[8] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di kitab Al-Adab, bab Rahmah An Naas Wa Al-Bahaim hadits no 6011, dan Imam Muslim di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab Tarahum Al-Mukminina Wa Ta'Athufihim hadits no 2586

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1068&bagian=0

Terorisme 5

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Rabu, 6 Oktober 2004 06:51:42 WIB

HUKUM PENGKAFIRAN DAN PEMBOMAN
Oleh
Haiah Kibarul Ulama Saudi Arabia
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga beliau, shabat dan orang-orang yang mengambil petunuk dengan petunjuk.

Amma ba'du.
Majelis Kibarul Ulama telah mempelajari pada daurah yang ke-49, yang diselenggarakan di Thaif, dimulai dari tanggal 2 Rabiul Tsani 1419H, tentang pengkafiran dan pemboman yang marak terjadi di negeri Islam dan selainnya. Dan juga menyebabkan pertumpahan darah dan musnahnya bangunan-bangunan.

Dengan memperhatikan bahaya serta dampak negatife yang ditimbulkan perbuatan tersebut seperti menelan korban yang tidak berdosa, melenyapkan harta benda, timbulnya ketakutan di antara manusia, was-was terhadap diri serta tempat mereka, maka majelis Kibarul Ulama mengeluarkan penjelasan berkaitan dengan hukum tersebut sebagai bentuk nasehat kepada Allah dan para hamba-Nya, bentuk tanggung jawab serta menyingkap kesamaran dalam pemahaman terhadap orang yang masih belum jelas akan hal ini, maka kami menyatakan wa billahi at taufiq.

Pertama.
Pengkafiran termasuk hukum syar'i yang sumbernya berasal dari Allah dan RasulNya. Seperti juga halnya penghalalan, pengharaman, dan kewajiban kembali kepada Allah dan RasulNya, demikian pula pengkafiran. Namun tidaklah setiap perbuatan yang disifati dengan kekafiran baik perkataan maupun perbuatan merupakan kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

Ketika hukum pengkafiran dikembalikan kepada Allah dan RasulNya, maka tidak dibenarkan untuk mengkafirkan seseorang kecuali yang telah jelas-jelas dikafirkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, tidaklah cukup hanya dengan syubhat atau persangkaan semata, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh hal tersebut. Dan jika hukuman saja bisa ditolak hanya karena syubhat (pada hal dampaknya lebih ringan dari dampak yang ditimbulkan oleh pengakfiran), maka pengkafiran lebih utama lagi.

Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan perbuatan menghukum seseorang dengan kekafiran padahal ia tidaklah demikian, beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya 'wahai kafir' maka sungguh (perkataanya) kembali kepada salah satu dari mereka jika ia berkata benar, jika tidak maka akan kembali padanya" [Muttafaq 'alaihi dari Ibnu Umar] [1]

Telah disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang bisa dipahami bahwasanya perkataan, perbuatan atau keyakinan ini merupakan kekufuran, akan tetapi pelakunya tidak divonis kafir karena adanya penghalang. Hukum ini sebagaimana hukum-hukum lain yang tidak akan bisa sempurna kecuali dengan adanya sebab, syarat dan tidak adanyanya penghalang. Contohnya dalam masalah warisan, di antara sebab seseorang menerima warisan adalah karena hubungan kekeluargaan, namun terkadang ia tidak mendapatkan warisan karena adanya penghalang, seperti perbedaan agama. Begitu pula kekafiran ia dibenci karena perbuatannya tapi tidak dikafirkan.

Terkadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur karena meluapkan kegembiraan, kemarahan atau semisalnya tetapi ia tidak divonis kafir –karena ia tidak bermaksud demikian- seperti kisah seorang yang berkata : "Wahai Allah, engkau adalah hambaku sedangkan aku adalah tuhanmu, ia telah salah karena meluapnya kegembiraannya" [Diriwayatkan oleh Anas bin Malik] [2]

Terburu-buru dalam hal megkafirkan memberikan dampak yang sangat berbahaya seperti penghalalan darah dan harta, tercegah atas warisan, batalnya pernikahan serta selainnya yang meupakan dampak kemurtadan.

Bagaimana bisa hal itu dibenarkan atas seorang mukmin, hanya karena syubhat yang rendah (ringan) ?

Jika hal ini terjadi kepada pemimpin maka akan lebih parah lagi, ia akan berlaku sewenang-wenang, mengangkat senjata, merebaknya kekacauan, tertumpahnya darah dan kerusakan peduduk serta negeri. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang, kita untuk menentang para pemimpin, beliau bersabda.

"Artinya : …… kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, kalian memiliki hujjah dari Allah" [Muttafaq 'alaihi dari Ubadah] [3]

Perkataan beliau, "kecuali jika kaian melihat". Tidaklah cukup hanya karena persangkaan dan kabar yang beredar.

Perkataan beliau, "kekufuran" : Tidaklah cukup hanya dengan kefasikan –walaupun besar- seperti juga kezhaliman, minum khamr, bermain judi dan segala bentuk keharaman.

Perkataan beliau, "jelas". Tidaklah cukup jika bukan kufur yang jelas atau yang sharih (terang).

Perkataan beliau, "kalian memiliki hujjah dari Allah" bahwasanya harus dengan dalil yang sharih (terang) yaitu yang jelas serta tetap dalilnya dan tidaklah cukup dengan dalil yang memiliki sanad yang lemah dan tidak pula dalil yang rancu (tidak jelas).

Perkataan beliau, "dari Allah" bahwasanya tidak bisa dijadikan dalil (ibrah) perkataan seorang ulama walaupun ia telah mencapai derajat yang tinggi dalam ilmu dan amanah, jika perkataanya tersebut bukan berdasarkan dalil yang sharih (terang) lagi benar dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ukuran ini menujukkan bahwasanya permasalahan tersebut sangat penting.

Kesimpulan : Sesungguhnya tergesa-gesa dalam mengkafirkan memiliki bahaya yang besar sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Katakanlah : Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alas an yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" [Al-A'raf : 33]

Kedua.
Akibat yang ditimbulkan oleh keyakinan yang salah ini seperti penghalalan darah, terinjak-injaknya kehormatan, terampasnya harta secara khusus atau umum, pemboman pemukiman dan kendaraan, dan peledakan gedung-gedung. Kesemuanya ini –dan yang semisalnya- diharamkan menurut syariat (ijma kaum muslimin) karena menjadi penyebab hilangnya hak orang, yang tidak berdosa, hilangnya hak harta, hilangnya hak rasa aman dan menetap, dan haknya orang-orang yang damai lagi sentosa yang hidup di perumahan dan lingkungan mereka, hilangnya hak mendapatkan suasana pagi dan sore hari, dan hilannya kepentingan-kepentingan umum yang harus ada pada manusia.

Islam menjaga harta-harta kaum muslimin, kehormatan, badan (jiwa) dan mengharamkan perbuatan merampasnya serta sangat menekannkan hal-hal tersebut. Termasuk hal terakhir yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya :

"Artinya : Bahwasanya darah, harta, dan kehormatan kalian aku haramkan seperti haramnya hari ini, bulan ini dan di negeri kalian ini' kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Apakah aku telah menyampaikannya ? Ya Allah saksikanlah" [ Muttafaq 'alaihi dari Abi Bakrah] [4]

Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Setiap muslim dengan muslim yang lain diharamkan ; darahnya, hartanya serta kehormatannya" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah] [5]

Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat" [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir] [6]


[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]
_________
Foote Note
[1] Imam Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab, bab : Man Kafara Akhahu Bi Ghairi Ta'wil Fa Huwa Kama Qala, hadits no. 6104. Imam Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Bayan Hali Iman Man Qala Li Akhihi Al-Muslim Ya Kafir, hadits no. 60.
[2] Di kitab At-Taubah, bab : Fii Al-Hadh Ala At-Taubah Wa Al-Farh Biha, hadits no. 2747
[3] Telah Lewat Takhrijnya
[4] Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah Ayyama Mina, hadits no. 1741. Muslim di kitab Al-Qasamah Wal Muharibina, bab : Tagfizh Tahrim Ad-Dima Wal A'rad Wal Amwal hadits no. 1679
[5] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab : Tahrimu Zhulm Al-Muslim Wa Khuzulih Wahtiqorihi hadits no. 2564
[6] Di kitab Al-Birr Wa Ash-Shilah bab Tahrimu Azh Zhulm hadits no. 2578

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1067&bagian=0

Terorisme 4

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Rabu, 15 September 2004 22:36:49 WIB

HUKUM MENYERANG PARA TURIS DAN WISATAWAN YANG BERKUNJUNG KE NEGERI ISLAM
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukum menyerang (mengganggu) para turis asing dan wisatawan yang berkunjung ke Negara Islam ?

Jawaban.
Hal ini tidak dibenarkan, penyerangan tidak dibenarkan terhadap siapapun juga, apakah ia turis ataupun para pekerja, karena mereka telah dilindungi. Mereka masuk dengan perlindungan, maka tidak dibenarkan untuk menyerang mereka. Akan tetapi berilah nasehat kepada pemerintah agar pemerintah melarang mereka melakukan hal-hal yang melanggar.

Adapun mengganggu mereka tidak diperbolehkan. Tidak dibenarkan atas setiap individu untuk melakukan tindakan apapun seperti membunuh, memukul atau menyakiti mereka akan tetapi adukanlah segala permasalahan kepada pemimpin, karena menyerang mereka berarti menyerang orang yang berada dalam perlindungan maka tidaklah dibenarkan untuk menyerang mereka. Akan tetapi adukanlah segalanya kepada orang yang mampu mencegah mereka masuk atau mencegah mereka untuk melakukan kemungkaran.

Adapun memberikan nasehat kepada mereka dengan menyeru kepada Islam atau meninggalkan kemungkaran, jika ia beragama Islam maka itulah yang diinginkan seperti yang disinyalir oleh dalil-dalil syariat.

Hanya kepada Allah tempat bergantung, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya milik Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Majmu Fatawa 8/239]

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1026&bagian=0

Terorisme 3

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Senin, 13 September 2004 07:53:13 WIB

HUKUM BOM BUNUH DIRI

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Syaikh rahimahullah berkata tatkala menerangkan hadist tentang kisah "Ashabul Ukhdud" (orang-orang yang membuat parit), ketika menyebutkan faidah-faidah yang terdapat dalam kisah tersebut, 'bahwasanya seseorang dibenaran mengorbankan dirinya untuk kepentingan otang banyak, karena pemuda ini memberitahukan kepada raja cara membunuhnya yaitu dengan mengambil anak panah milik pemuda itu" [1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : 'Karena hal ini merupakan jihad fi sabilillah, yang menyebabkan orang banyak beriman, sedangkan pemuda tadi tidak rugi karena ia telah mati, dan memang ia akan mati cepat atau lambat"

Adapun perbuatan sebagian orang yang mengorbankan diri, dengan jalan membawa bom kemudian ia datang kepada kaum kuffar lalu meledakkannya merupakan bentuk bunuh diri –semoga Allah melindungi kita-. Barangsiapa yang melakukan bunuh diri maka ia kekal di Neraka Jahannam selamanya seperti telah disinyalir oleh sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam [2], karena orang tersebut melakukan bunuh diri bukan untuk kemaslahatan agama Islam. Sebab jika ia membunuh dirinya serta membunuh sepuluh, seratus atau dua ratus orang, hal itu tidak mendatangkan manfaat bagi Islam dan tidak ada orang yang mau masuk Islam, berbeda dengan kisah pemuda tadi. Bahkan boleh jadi hal ini akan memunculkan kemarahan di hati para musuh sehingga mereka membinasakan kaum muslimin dengan sekuat tenaga.

Contohnya apa yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi terhadap orang-orang Palestina. Jika di antara penduduk Palestina satu orang yang mengorbankan diri dan ia bisa membunuh enam, atau tujuh orang, maka orang-orang Yahudi akan membalasnya dengan memakan korban enam puluh orang atau lebih. Hal tersebut tidaklah memberikan manfaat bagi kaum muslimin, dan tidak pula orang yang melakukannya.

Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwasanya perbuatan yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengorbankan dirinya termasuk perbuatan bunuh diri yang tidak sesuai dengan kebenaran, dan menyebabkan pelakunya masuk ke dalam neraka –semoga Allah melindungi kita-. Pelakunya pun tidak dikatagorikan sebagai syahid. Akan tetapi jika pelakunya beranggapan bahwasanya hal itu dbenarkan, maka kami berharap mudah-mudahan ia terbebas dari dosa, tetapi tetap saja tidak dikatagorikan sebagai syahid, karena ia tidak menempuh jalan orang yang syahid. Dan barangsiapa yang berijtihad lalu ia salah maka baginya satu pahala [3].

Pertanyaan.
Bagaimana dengan hukuman syar'i terhadap orang yang membawa bom di tubuhnya kemudian meledakkan dirinya di tengah kerumunan orang-orang kafir dengan maksud untuk menghancurkan mereka ? Apakah bisa dibenarkan beralasan dengan kisah pemuda yang memerintahkan raja untuk membunuh dirinya ?

Jawaban.
Orang yang meletakkan bom di badannya lalu meledakkan dirinya di kerumunan musuh merupakan suatu bentuk bunuh diri dan ia akan disiksa di Neraka Jahannam selamanya, disebabkan perbuatan tersebut, sebagaimana telah disebutkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa orang yang membunuh dirinya dengan sesuatu ia akan disiksa karenanya di Neraka Jahannam.

Sungguh aneh orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut, sedangkan mereka membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kamu membunuh diri ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu" [An-Nisa' : 29]

Akan tetapi mereka tetap saja melakukannya, apakah mereka mendapatkan sesuatu ? Apakah musuh telah kalah ? Ataukah sebaliknya, mereka semakin keras terhadap orang-orang yang melakukan pebuatan ini, seperti yang sedang terjadi di negeri Yahudi, di mana perbuatan-perbuatan tersebut menjadikan mereka semakin sombong bahkan kami menemukan data bahwasanya Negara Yahudi pada pertemuan terakhir golongan kanan menang yaitu mereka yang ingin menguasai bangsa arab.

Akan tetapi orang yang berbuat seperti ini yang beranggapan bahwa ini adalah perngorbanan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala kami mohon kepada Allah agar ia tidak disiksa karena telah menakwilkan dengan takwil yang salah.

Adapun beralasan dengan kisah pemuda tadi, maka perbuatan pemuda tersebut menjadikan orang masuk Islam bukannya menghancurkan musuh. Oleh karena itu, ketika raja mengumpulkan orang banyak lalu ia mengambil anak panah dari tempat pemuda itu seraya berkata : Dengan nama Allah tuhan pemuda ini, orang-orang pun berteriak : Tuhan adalah Tuhannya pemuda ini, sehingga menghasilkan ke-Islaman orang banyak. Apabila terjadi seperti kisah pemuda ini maka bolehlah beralasan dengan kisah tersebut. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kepada kita agar diambil sebagai pelajaran. Akan tetapi orang-orang yang beranggapan bahwasanya boleh membunuh diri mereka jika mampu membunuh sepuluh atau seratus dari pihak musuh, hal itu hanyalah menimbulkan kemarahan dalam diri musuh serta mereka semakin berpegang dengan keyakinan mereka.

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]
_________
Foote Note.
[1] Kisah ini dikeluarkan oleh Imam Muslim di kitab Az-Zuhud wa Ar-Raqaiq, bab : Kisah Ashabul Ukhdud' hadits no. 3005
[2] Hadits riwayat Al-Bukhari dalam kitab Ath-Thib bab : Larangan minum racun dan berobat dengannya serta perkara-perkara yang dikhawaatirkan timbul darinya, hadits no. 5778
[3] Syarah Riyadush Shalihin 1/165-166

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1020&bagian=0

Terorisme 2

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Sabtu, 25 Desember 2004 09:10:44 WIB

HUKUM BERKENAAN DENGAN MASALAH TERORISME DI NEGARA-NEGARA ISLAM DAN SEKITARNYA
Oleh
Majelis Haiah Kibaril Ulama

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, segala kemenangan diperuntukkan bagi orang-orang, bertakwa, dan permusuhan hanya bagi orang-orang yang zhalim. Semoga shalawat dan salam serta barakah tercurah kepada makhluk yang paling mulia, yaitu Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, para shabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau hingga akhir zaman.

Sesungguhnya majelis Haiah Kibarul Ulama pada daurah ke 32 yang bertempat di Thaif yang dimulai tanggal 12-18 Muharram 1409H, membahas tentang kabar tentang terjadinya beberapa pengrusakan yang menewaskan banyak orang-orang yang tidak bersalah, hilangnya harta yang tidak sedikit, hancurnya fasilitas-fasilitas umum di negeri-negeri Islam dan sekitarnya. Hal ini dilakukan oleh sekelompok orang yang imannya tipis atau memiliki jiwa yang sakit serta rasa iri hati.

Contoh-contoh dari kejahatan mereka : Peledakan bangunan-bangunan serta membakar fasilitas-fasilitas umum, menghancurkan barang-barang dagangan, pemboman serta pembajakan pesawat-pesawat. Kalau diperhatikan dengan seksama berdasarkan beragam peristiwa yang terjadi baik di negara-negara yang dekat ataupun yang jauh, bahwasanya Saudi Arabia dan negara-negara lainnya merupakan sasaran dari semua ini.

Maka majelis Haiah Kibarul Ulama melihat betapa pentingnya menetapkan hukum atas para pelaku pengrusakan tersebut. Baik yang menjadi sasaran dari pengrusakan itu tempat-tempat umum dan fasilitas negara ataupun yang lainnya dengan maksud murni kejahatan dan menghilangkan rasa aman.

Majelis ulama telah meneliti dengan seksama dari apa yang disampaikan oleh para ahli ilmu, bahwasanya syariat mencakup secara menyeluruh menetapkan wajibnya mempertahankan lima hal yang sangat penting dan mengambil berbagai tindakan untuk menjaganya, lima hal tersebut adalah agama, nyawa, kehormatan, akal dan harta.

Majelis ulama telah memiliki gambaran akan bahaya-bahaya besar yang akan timbul akibat menzhalimi jiwa-jiwa, kehormatan-kehormatan kaum muslimin dan harta mereka serta akibat yang ditimbulkan oleh pengrusakan-pengrusakan, seperti tidak adanya rasa aman dalam suatu negara, maraknya kekerasan dan kekacauan, serta ketakutan kaum muslimin atas diri serta harta mereka.

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjaganya bagi manusia agama, diri, jiwa, kehormatan, akal pikiran, serta harta benda mereka dengan batas-batas yang telah disyariatkanNya yang dengannya akan tercipta rasa aman.

Hal tersebut telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya.

"Artinya : Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya" [Al-Maidah : 32]

Dan firmanNya.

"Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar" [Al-Maidah : 33]

Menegakkan tersebut merupakan jaminan akan tersebarnya rasa aman serta rasa damai, tidak akan ada keinginan bagi masing-masing individu untuk melakukan kejahatan ataupun kezhaliman atau kaum muslimin.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa hukum terror yang dilakukan di suatu kota, atau tempat lainnya, sama saja sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Mereka melakukan kerusakan di muka bumi"

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia manarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan" [Al-Baqarah : 204-205]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya …." [Al-A'raf : 56]

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang untuk melakukan keruskan di muka bumi serta hal-hal yang bisa menjadikannya rusak setelah Allah memperbaikinya, karena jika semuanya berjalan dengan baik (lurus) kemudian terjadi kerusakan setelah itu maka hal tersebut akan lebih berbahaya bagi manusia, karena itulah Allah melarang hal tersebut".

Al-Qurthubi Rahimahullah berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang segala bentuk pengrusakan (baik sedikit ataupun banyak) setelah adanya perbaikan (sedikit atau banyak), berlaku secara umum menurut pendapat yang paling benar".

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka itu melebihi tindakan kaum muharibin yang melakukan hal tersebut, mempunyai tujuan-tujuan khusus dalam mencapai maksud mereka, seperti harta dan kehormatan. Sedangkan mereka bertujuan membuat keributan (kegoncangan), melemahkan persatuan manusia serta menyesatkan aqidah umat dan memalingkannya dari manhaj rabbani.

Berdasarkan hal tersebut majelis ulama secara ijma menetapkan.

Pertama.
Orang yang telah pasti (secara syariat) terbukti melakukan suatu bentuk kerusakan di muka bumi yang membuat suatu kekacauan dengan cara menzhalimi jiwa dan harta secara umum atau khusus seperti meledakkan bangunan orang-orang miskin, masjid, sekolah-sekolah, rumah sakit, pabrik-pabrik, jembatan, gudang senjata dan gudang air, proyek-proyek umum milik baitul mal seperti ; pipa minyak, peledakan pesawat ataupun membajaknya dan semisalnya, bahwasanya hukuman yang pantas baginya hanyalah hukuman mati sesuai dengan dalil-dalil yang telah lewat, bahwasanya halal darah orang yang telah melakukan suatu bentuk kerusakan, sebab orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih berbahaya dan lebih pantas ditakuti dari pada orang yang menggunakan cara singkat dengan menzhalimi seseorang, membunuh, ataupun merampas hartanya. Itu adalah hukum yang telah Allah tetapkan seperti yang tercantum dalam ayat Al-Hirabah (pengrusakan).

Kedua.
Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman seperti yang telah dijelaskan di atas wajib bagi mahkamah syari'ah dan majelis khusus serta mahkamah tinggi meminta klarifkasi tentang perbutannya tersebut sehingga tidak salah dalam menjatuhkan vonis dan menumpahkan darah orang yang tidak berdosa dan untuk menjalankan prosedur hukum yang berlaku di negeri ini berkaitan dengan investasi terhadap aksi-aksi kejahatan.

Ketiga.
Majelis ulama berpendapat agar hukuman disebar luaskan kepada masyarakat umum melalui media massa.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mencurahkan shalawat dan salam kepada hamba serta RasulNya Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Majelis Haiah Kibarul Ulama. Majalah Mujamma' Fiqh Islami, edisi ke 2 halaman 181, Keputusan no. 148. dicetak dari Daurah (pertemuan) ke-32, 12 Muharram 1409H]

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1258&bagian=0

Terorisme 1

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Jumat, 11 Februari 2005 11:16:25 WIB

IRHAB [TERORISME] YANG DIPOPULERKAN OLEH AMERIKA SERIKAT

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi

Pertanyaan.
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi ditanya : Bagaimana pendapat Syaikh tentang istilah irhab (terorisme) yang dipopulerkan Amerika Serikat ?

Jawaban.
Mengenai irhab, kami beberapa hari yang lalu (Ahad, 5 Desember 2004) telah menyampaikan Tabligh Akbar di masjid Istiqlal Jakarta. Semuanya berbicara seputar irhab.

Irhab adalah istilah Islam. Akan tetapi (telah) digunakan oleh Amerika Serikat dengan makna yang berbeda, yaitu merusak. Sebuah makna yang tidak dikehendaki oleh Islam.

Allah berfirman.

“Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya ; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” [Al-Anfal : 60]

Sekarang irhab dimaknai dengan merusak, ekstrim dan radikal. Memang perbuatan seperti ini ada di kalangan kaum muslimin (sebagaimana juga tedapat pada umat agama lain). Akan tetapi, cara mengatasinya lewat politik dan militer (atau terror yang lebih besar dan lebih keji) bukan secara ilmiah dan syar’i. (Demikian) ini adalah kekeliruan tidak menyelesaikan masalah, (tetapi) justru menambah rumit masalah, yaitu dengan menekan dan menindas kaum muslimin baik dalam tataran individu, organisasi dan Negara.

Berbagai macam pertemuan, konferensi dan mu’tamar telah diadakan. Hasilnya, para ahli menetapkan bahwa harus dibedakan antara irhab (dalam arti terorisme) dengan membela negeri yang dijajah. Akan tetapi untuk melakukan perlawanan ini diperlukan adanya kemampuan dan kesiapan, baik iman, agama, militer, dan sebagainya. Bukan sekedar emosi dan semangat. Sebab jika tidak, maka hal ini semakin menambah menyimpangnya umat Islam, dan semakin menambah beratnya cengkeraman orang kafir terhadap Islam.

[Sesi dialog dari ceramah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi tgl 9 Desember 2004 di Masjid Kampus IAIN Surabaya]


IRHAB MENURUT ISTILAH ISLAM

Islam dan terorisme, dua kata yang saat ini sedang mengemuka di tengah masyarakat, telah melengkapi kamus pemikiran dan pemahaman yang menakutkan. Terlebih bagi kelompok yang masih dihinggapi Islamophobia, seakan dua kata itu ibarat dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Sungguh pemahaman ini sangat keliru dan tidak memiliki dasar argument.

Fakta sejarah membuktikan, wajah Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah seperti digambarkan oleh sebagian orang yang picik memandang Islam. Karena Islam datang dengan membawa kelemah lembutan, memberikan kedamaian dan membebaskan manusia dari perbudakan dan penindasan antar manusia. Maka bagaimana mungkin Islam memunculkan benih keresahan dengan menebarkan teror ke tengah masyarakat ?

Islam mengakui, kata irhab menurut tinjauan syari’at, pada asalnya bukanlah kata yang dibenci. Bahkan ia merupakan kata yang mendapat porsi makna tersendiri di dalam syari’at dan di dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman.

“Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan (membikin irhab pada) musuh Allah” [Al-Anfal : 60]

Rasa gentar dan takut yang menyelinap di hati para musuh Islam, adalah ketakutan luar biasa, yang difirmankan Allah.

“Artinya : Kelak aku jatuhkan rasa takut ke hati orang-orang kafir” [Al-Anfal : 12]

Dan juga disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Aku ditolong dengan rasa takut (yang ditanamkan kepada musuh) sejak sebulan perjalanan”

Jadi, kata irhab menurut istilah Islam yang Qur’ani bukanlah irhab dalam kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini, dan bukan pula irhab dalam kejadian mencekam yang problematis sekarang ini.

Sebab, irhab menurut konteks kekinian dan opini yang dikembangkan sekarang ini, identik dengan kerusakan ; perusakan, pembunuhan membabi buta dan peledakan yang dilakukan secara ngawur, tanpa dasar petunjuk, bayyinah (bukti nyata) serta bashirah (ilmu) sama sekali. Sungguh, pemahaman irhab seperti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Demikian sebagian konklusi ceramah para masyayaikh dari Yordania [Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, Syaikh Salim bin Id Al-Hilali, Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr dan Syiakh Masyhur bin Hasan Salman] di Masjid Raya Istiqlal Jakarta, Ahad 22 Syawal 1425H bertepatan 5 Desember 2004

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edidi 11/Tahun VIII/1425H/2005M. Rubrik Soal-Jawab yang diangkat dari sesi dialog dari ceramah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi tgl 9 Desember 2004 di Masjid Kampus IAIN Surabaya dan Liputan Khusus]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1343&bagian=0