Selasa, 16 Maret 2010

Terorisme 2

Kategori Al-Irhab = Terorisme

Sabtu, 25 Desember 2004 09:10:44 WIB

HUKUM BERKENAAN DENGAN MASALAH TERORISME DI NEGARA-NEGARA ISLAM DAN SEKITARNYA
Oleh
Majelis Haiah Kibaril Ulama

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, segala kemenangan diperuntukkan bagi orang-orang, bertakwa, dan permusuhan hanya bagi orang-orang yang zhalim. Semoga shalawat dan salam serta barakah tercurah kepada makhluk yang paling mulia, yaitu Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, para shabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau hingga akhir zaman.

Sesungguhnya majelis Haiah Kibarul Ulama pada daurah ke 32 yang bertempat di Thaif yang dimulai tanggal 12-18 Muharram 1409H, membahas tentang kabar tentang terjadinya beberapa pengrusakan yang menewaskan banyak orang-orang yang tidak bersalah, hilangnya harta yang tidak sedikit, hancurnya fasilitas-fasilitas umum di negeri-negeri Islam dan sekitarnya. Hal ini dilakukan oleh sekelompok orang yang imannya tipis atau memiliki jiwa yang sakit serta rasa iri hati.

Contoh-contoh dari kejahatan mereka : Peledakan bangunan-bangunan serta membakar fasilitas-fasilitas umum, menghancurkan barang-barang dagangan, pemboman serta pembajakan pesawat-pesawat. Kalau diperhatikan dengan seksama berdasarkan beragam peristiwa yang terjadi baik di negara-negara yang dekat ataupun yang jauh, bahwasanya Saudi Arabia dan negara-negara lainnya merupakan sasaran dari semua ini.

Maka majelis Haiah Kibarul Ulama melihat betapa pentingnya menetapkan hukum atas para pelaku pengrusakan tersebut. Baik yang menjadi sasaran dari pengrusakan itu tempat-tempat umum dan fasilitas negara ataupun yang lainnya dengan maksud murni kejahatan dan menghilangkan rasa aman.

Majelis ulama telah meneliti dengan seksama dari apa yang disampaikan oleh para ahli ilmu, bahwasanya syariat mencakup secara menyeluruh menetapkan wajibnya mempertahankan lima hal yang sangat penting dan mengambil berbagai tindakan untuk menjaganya, lima hal tersebut adalah agama, nyawa, kehormatan, akal dan harta.

Majelis ulama telah memiliki gambaran akan bahaya-bahaya besar yang akan timbul akibat menzhalimi jiwa-jiwa, kehormatan-kehormatan kaum muslimin dan harta mereka serta akibat yang ditimbulkan oleh pengrusakan-pengrusakan, seperti tidak adanya rasa aman dalam suatu negara, maraknya kekerasan dan kekacauan, serta ketakutan kaum muslimin atas diri serta harta mereka.

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjaganya bagi manusia agama, diri, jiwa, kehormatan, akal pikiran, serta harta benda mereka dengan batas-batas yang telah disyariatkanNya yang dengannya akan tercipta rasa aman.

Hal tersebut telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya.

"Artinya : Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya" [Al-Maidah : 32]

Dan firmanNya.

"Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar" [Al-Maidah : 33]

Menegakkan tersebut merupakan jaminan akan tersebarnya rasa aman serta rasa damai, tidak akan ada keinginan bagi masing-masing individu untuk melakukan kejahatan ataupun kezhaliman atau kaum muslimin.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa hukum terror yang dilakukan di suatu kota, atau tempat lainnya, sama saja sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Mereka melakukan kerusakan di muka bumi"

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia manarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan" [Al-Baqarah : 204-205]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya …." [Al-A'raf : 56]

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang untuk melakukan keruskan di muka bumi serta hal-hal yang bisa menjadikannya rusak setelah Allah memperbaikinya, karena jika semuanya berjalan dengan baik (lurus) kemudian terjadi kerusakan setelah itu maka hal tersebut akan lebih berbahaya bagi manusia, karena itulah Allah melarang hal tersebut".

Al-Qurthubi Rahimahullah berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang segala bentuk pengrusakan (baik sedikit ataupun banyak) setelah adanya perbaikan (sedikit atau banyak), berlaku secara umum menurut pendapat yang paling benar".

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka itu melebihi tindakan kaum muharibin yang melakukan hal tersebut, mempunyai tujuan-tujuan khusus dalam mencapai maksud mereka, seperti harta dan kehormatan. Sedangkan mereka bertujuan membuat keributan (kegoncangan), melemahkan persatuan manusia serta menyesatkan aqidah umat dan memalingkannya dari manhaj rabbani.

Berdasarkan hal tersebut majelis ulama secara ijma menetapkan.

Pertama.
Orang yang telah pasti (secara syariat) terbukti melakukan suatu bentuk kerusakan di muka bumi yang membuat suatu kekacauan dengan cara menzhalimi jiwa dan harta secara umum atau khusus seperti meledakkan bangunan orang-orang miskin, masjid, sekolah-sekolah, rumah sakit, pabrik-pabrik, jembatan, gudang senjata dan gudang air, proyek-proyek umum milik baitul mal seperti ; pipa minyak, peledakan pesawat ataupun membajaknya dan semisalnya, bahwasanya hukuman yang pantas baginya hanyalah hukuman mati sesuai dengan dalil-dalil yang telah lewat, bahwasanya halal darah orang yang telah melakukan suatu bentuk kerusakan, sebab orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih berbahaya dan lebih pantas ditakuti dari pada orang yang menggunakan cara singkat dengan menzhalimi seseorang, membunuh, ataupun merampas hartanya. Itu adalah hukum yang telah Allah tetapkan seperti yang tercantum dalam ayat Al-Hirabah (pengrusakan).

Kedua.
Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman seperti yang telah dijelaskan di atas wajib bagi mahkamah syari'ah dan majelis khusus serta mahkamah tinggi meminta klarifkasi tentang perbutannya tersebut sehingga tidak salah dalam menjatuhkan vonis dan menumpahkan darah orang yang tidak berdosa dan untuk menjalankan prosedur hukum yang berlaku di negeri ini berkaitan dengan investasi terhadap aksi-aksi kejahatan.

Ketiga.
Majelis ulama berpendapat agar hukuman disebar luaskan kepada masyarakat umum melalui media massa.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mencurahkan shalawat dan salam kepada hamba serta RasulNya Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Majelis Haiah Kibarul Ulama. Majalah Mujamma' Fiqh Islami, edisi ke 2 halaman 181, Keputusan no. 148. dicetak dari Daurah (pertemuan) ke-32, 12 Muharram 1409H]

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1258&bagian=0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar